Wednesday, May 14, 2008

Autisme, MMR, Thimerosal

Ada banyak hal yang lari-lari dalam keluarga, alias running in the family. Selain hepatitis B dan thalasemia, juga migren yang diduga genetis, satunya lagi adalah autis. Sepupu gw, Ikhsan, adalah penyandang autisme berusia 17 tahun. Ada juga satu lagi di keluarga besar nyokap, perempuan, gatau umurnya berapa tahun.

Konon, potensi laki-laki untuk kena autisme itu 4 kali lebih besar dibandingkan perempuan. Ini yang membuat kakak gw agak lega begitu tau dulu kalo bayinya adalah perempuan. Sementara gw, secara gw dudung gitu ya, gw baru ngeh soal itu ya pas abis kakak gw cerita itu. Sebelumnya kan 'ketakutan' akan punya bayi laki-laki ya semata-mata karena berasa jarang aja ada bayi laki di keluarga gw, hehe, gak penting deh bo.

Nah, pertemuan gw dengan dokter kemarin salah satunya membicarakan juga soal imunisasi MMR. Menurut jadwal, imunisasi itu diberikan ketika bayi berusia 15 bulan. Menurut kabar burung, MMR adalah pencetus autisme. Gw cerita soal gen autisme dalam keluarga. Dokter Eveline lantas bilang, ya sudah ntar Senja dikasih MMR ketika sudah usia 2 tahun saja, ketika gejala-gejala autisme itu diperkirakan sudah gak akan muncul.

Dulu gw pernah tanya Tatah soal ini, secara dia sehari-hari berkutat dengan autisme. Kata dia, duluuu memang pernah ada penelitian yang katanya MMR itu menyebabkan autisme. Tapi ada penelitian berikutnya yang membantah itu. Kalau ditanya ke dokter anak, kata Tatah, kebanyakan akan bilang 'udah tenang aja gapapa, bukan MMR kok pencetus autisme'. Tapi kan ya siapa tau gituh lhoh. Alhasil, ada dokter temennya Tatah yang meskipun ke orang lain bilang 'MMR gapapa', tetep aja melakukan langkah preventif. Yaitu memberikan M-M-R secara terpisah, karena kan emang MMR terdiri dari 3 hal yaitu vaksin pencegah mumps, measles dan rubella.

Tatah ngelajutin kalo sebetulnya konon bukan MMR-nya yang mencetuskan autisme. Tapi themirosal, zat pengawet imunisasi tersebut. Secara mudahnya, themirosal itu bisa 'mematikan' listrik yang berlompatan di dalam otak. Alhasil, perkembangan anak pun terganggu, bisa autis deh. Sederhananya begitu.

Sebagai pecinta riset, langsung dong gw mencari tau soal itu. Situs babycenter sekarang sering jadi andelan gw untuk memantau perkembangan Senja. Jadilah gw masuk ke sana dan mengetikkan kata 'autism' di kolom search.

Dari hasil baca-baca, kurang lebih begini rangkumannya. Dulu emang ada penelitian yang mengaitkan MMR dan autisme, tapi itu penelitian yang gak terstruktur dan gak sistematis. Trus, penelitian berikutnya yang lebih terstruktur juga menunjukkan kalau gak ada hubungan antara MMR dan autisme. Nah, soal thimerosal, katanya malah udah gak ada lagi imunisasi yang pakai thimerosal. Lhoooo... Jadi, apakah gw bisa berhenti khawatir soal MMR dan thimerosal itu?

Kemarin Tatah SMS begini ke gw, juga ke kakak gw:
Gw ada beberapa klien yang 'regresi' (taidnya bagus trus jelek). Mburuk mulai setahun lewat. Pa suruh aq meneliti vaksin mereka. Kebetulan mereka 'high risk babies' dalam arti di keluarga ada yang autis. Pa Ma sepakat ama pendapat gw, jangan ambil resiko. Jadi, vaksin pastikan tidak ada thimerosal. Biar mahal let's do it. Duit bisa dicari, semua pasti bantu. Please?

Mahal enggaknya emang belum ketahuan, tapi soal duit sudah pasti akan dicari. Tapi kalo artikel yang gw baca itu bener adanya, bahwa udah gak ada thimerosal di dalam vaksin, gimana dong?

Nih kutipannya:
It's also important to point out that the MMR vaccine never contained thimerosal, the mercury-based preservative that some people believe may be linked with autism. (Thimerosal has now been removed from all childhood vaccines except the flu vaccine, so it's no longer a concern.) Nevertheless, the Centers for Disease Control CDC continues research in this area to try and resolve the issue.

Berdasarkan hasil google berikutnya, gw menemukan bahwa ada tiga merk vaksin MMR yang dipakai dokter-dokter di Indonesia, yaitu Trimovax, MMR II, Priorix. Nah, gw sempet ketemu soal MMR II ini di situs Medicastore. Setelah dibaca-baca, gak ada tuh disebut-sebut soal thimerosal. Bisa jadi emang gak ada thimerosalnya, atau thimerosal sebagai zat pengawet tidak dirasa perlu untuk dicantumkan informasinya terkait isi obat.

Tadi kakak gw telfon untuk ngomongin soal MMR ini, lalu mengeksplorasi kemungkinan ngasih M-M-R secara terpisah. Secara teknis sih mestinya sulit karena katanya udah gak ada yang versi terpisah, adanya yah yang bersatu padu dalam bentuk MMR. Lagian, ada atau enggak ya penelitian yang menyebutkan kalau pemberian secara terpisah bisa menekan kemungkinan tercetus autisme? Jangan-jangan, M-M-R itu diberi zat pengawet themirosal secara terpisah, yang artinya justru kadar themirosalnya jadi tiga kali lipat. Nah lhoooo... bisa aja toh begitu?

Sembari menunggu Senja berusia 15 bulan, gw mesti mencari tahu terus soal ini. Secara genetis, autisme ada di keluarga gw, Senja yang laki-laki pun punya potensi empat kali lebih besar dibandingkan bayi perempuan. WHO dan CDC sih udah bilang kalo gak ada hubungan antara MMR dan autisme, begitu juga situs-situs kesehatan lainnya. Tapi rasanya kekhawatiran soal themirosal itu juga gak boleh diabaikan begitu saja.

Kata kakak gw, kalo kita memutuskan untuk gak percaya sama WHO dan CDC, jadinya kan agak repot ye.. kepada siapa lagi kita percaya soal beginian? WHO dan CDC kan bukan lembaga kemarin sore, sifatnya mendunia pula, masa boong sih, gak mungkin kan?

Jadi kita pilih percaya mana nih ya? Dwoh. Percaya pada Tuhan Yang Maha Esa aja deh.

No comments: