Monday, June 30, 2008

Ke Kebun Raya Bogor


Tepat di ulang bulan Senja yang ke-6, Senja ke Kebun Raya Bogor, hore!

Ini pilihan terakhir sebetulnya, diusulkan oleh kakak gw. Sebelumnya rencananya macem-macem. Mulai dari naik busway dan naik kereta Blue Line yang menyusuri Ciliwung, sampai naik kereta ke Bintaro. Tapi karena ternyata Salsa udah pernah naik busway, ya sudah, sempet kepikiran ke kereta. Karena kayaknya agak ribet karena bawa Senja segala, ya sudah lah, kita ke Kebun Raya Bogor saja.

Kita berangkat dari rumah jam 08.30. Rombongannya lumayan deh, pakai mobil Panther. Gw-Hil-Senja, Ibu-Bapak-Salsa, pas lah, dua keluarga, hihi. Perjalanan sekitar 1 jam, gak ramai di jalanan karena kan ngelawan arah. Senja tidur total sepanjang perjalanan, diawali dengan menyusui. Salsa juga tidur, rebahan kepala di pahanya Hil.

Sampai di Kebun Raya Bogor, ternyata rame ya boooo. Lupita kite, kalo sekarang kan liburan sekolah. Jadilah rame itu tempat, meskipun gak sampe puwenuh. Kalo kita ke Ancol, misalnya, pasti penuhnya ampun-ampunan. Bayar tiket masuk di loket, total Rp 53 ribu. Kalo gak salah inget dari omongan Hil, mobil itu Rp 15 ribu, per orang itu sekitar Rp 10 ribu.

Karena kita agak clueless pengen ke mana, jadi yaaa ngikutin jalan aja. Gak berapa lama, kita memutuskan untuk berhenti. Kayaknya asik juga Senja jalan-jalan pakai stroller di sini, walaupun kita gak tau pasti ini berhenti di mana.

Turun, siap-siap stroller, Senja masuk ke sana, jalan. Lho, Senja kok tidak terlihat terlalu menikmati yah. Mungkin karena jalannya berbatu jadi gerunjelan? Atauu... aahh ya pasti karena lapar! Tengok punya tengok, tadi rupanya sudah jam 10.30. Ya sudah, kita berhenti saja.

Gelar tiker, kasih alas buat Senja, gw membuka perbekalan Senja. Pagi ini Senja jajal makan puree pepaya. Kotak makan isi pepaya dibuka, pepaya langsung dibenyek-benyekin. Abis itu ASI dihangatkan dengan direndam di air hangat, air panasnya bawa di botol minum. Dicampur lah itu pepaya benyek-benyek dengan ASI, lalu hap, langsung berpindah ke mulut Senja. Pas sendokan pertama, muka Senja rada mikir gitu 'Ih ini apaan ya?', tapi trus ya lahap aja masuk ke mulut Senja, gak pakai pikir-pikir.

Setelah sesi makan Senja selesai, baru lah kita semua yang lain pada makan. Kebetulan sebelum nyampe Kebun Raya Bogor, kita mampir rumah makan Padang dan beli makanan. Buka bekal deh, ahoy! Gw juga menyempatkan diri mompa, karena tadi kan gak diminum sama Senja karena dia makan puree pepaya.

Pas di situ, Senja juga sempet main-main gitu sama Hil, sementara Salsa main bola sama si Bapak. Mukanya Senja sempet bingung ketika menatap langit. 'Lho, kok beda ya sama yang biasanya?' Hihihi, gitu kali yah yang ada di pikirannya. Yang seru adalah karena tiap kali ada angin, maka daun-daun pun rontok. Jadilah kita harus mengibas alas mainnya Senja beberapa kali. Kan gak lucu kalo tiba-tiba Senja makan daun kering.

Abis perut kenyang, baru penjelajahan dimulai. Tanpa sengaja kita lewat peta yang ada di dekat pintu gerbang utama. Hil turun dan motret peta sekaligus menentukan ke mana kita hendak berlabuh.

Persinggahan pertama adalah Taman Mexico. Disebut Mexico karena tanaman utamanya adalah kaktus. Biasa deh, Hil yang suka mlesetin kata tanpa arti gitu sibuk ngerjain Salsa. 'Sa, kita mau liat kratus.' Salsa yang dudung malah nyaut,'Mau liat kakus?' Halah. Kejailan Hil berlanjut lagi pas kita turun di Taman Mexico itu buat foto-foto. Ada satu jenis kaktus yang 'daun'-nya itu seperti lidah. Itu lho, kaktus yang gw tunjuk di foto. Kayak lidah yang jadi ikon band Rolling Stones itu lho. Nah trus si Ibu nanya dong,'Itu kaktus jenis apa ya?' Entah dari mana datangnya itu wangsit, Hil nyaut,'Itu namanya kaktus Mickey Mouse, Bu.' Daaannn si Ibu pun menyahut,'Oooo kaktus Mickey Mouse.' Halaaah tobaatttt...

Abis itu tadinya pengen ke Jembatan Gantung, tapi rupanya itu jembatan lagi dicat. Huhuhuhu padahal kan pasti keren ya foto-foto di situ. Karena gagal, jadilah kita melanjutkan perjalanan. Ke mana? Entah lah. Kita memasrahkan diri pada plang penunjuk jalan yang ada di sana. Yang menarik adalah Orchid House alias Rumah Anggrek. Hooo pasti indah jelita, yuk ke sana.

Bener aja, manteeeeeeppp pisan di Rumah Anggrek. Mesti bayar Rp 2000 dulu per orang untuk masuk ke sana. Ah, gak seberapa banget lah duit dua ribu perak itu sama keindahan taman di dalam Rumah Anggrek. Pertama sih kita terkejut-kejut dengan semprotan air halus yang datang dari atas. Tapi jadinya seger banget suasana di sana. Salsa dan Ibu juga kesenengan ada di situ. Wuih asik bangetttt... Ada juga bagian atas yang bisa dilongok, jadi bisa foto-foto dari atas. Keliatan lebih jelas deh ada air terjun buatan, bunga-bunga anggrek yang dipasang di atas, walaupun pada saat yang sama, semburan air terasa lebih kuyup di badan, hihihi.

Persinggahan terakhir, kita mampir di sebuah lapangan besaaaaaarrrrrr sekali, entah namanya apa. Di situ banyak juga yang gelar tikar. Asiknya, di sini tuh tempatnya jauh lebih bersih dibandingkan tempat persinggahan pertama, pas Senja makan. Di sini Salsa langsung main bola, pertama sama Hil, lalu sama si Bapak. Seru banget lah, apalagi pas si Ibu ikutan gabung main bola. Kita mah santai aja bertigaan di atas tikar sembari ngawasin Senja.

Sekitar jam 3 sore, kita pun cabut dari Kebun Raya Bogor. Salsa udah ganti baju, siap tidur di perjalanan pulang. Senja juga udah kriyep-kriyep gitu, siap bobo juga tampaknya. Karena gagal berhenti di pinggir jalan buat beli asinan Bogor, ya sudah, langsung saja masuk tol dan menuju Jakarta.

Asiiik.. lain kali kita ke Kebun Raya Bogor lagi yuuuukkk..

Sunday, June 29, 2008

Berebut Lahan Tempat Tidur

Tempat tidur kami itu ukuran queen, artinya 160x200. Penghuninya sekarang ada 3 orang, yaitu gw, Hil dan Senja. Sejak beberapa bulan lalu, Senja kalo tidur malam selalu di tempat tidur besar, tidak lagi di boxnya.

Dulu, perjanjian gw dan Hil adalah kalo tengah malem Senja bangun, maka Hil yang bangun, ambil dari box, dikasih ke gw, lalu gw yang nyusuin. Setelah itu, Hil lagi yang masukin Senja ke dalam box. Adil dong. Ini gw tiru dari pengaturan antara Gus Dur dan Sinta Nuriyah, yang mereka bilang di acara Kick Andy.

Naaaaahh, tapi kemudian perjanjian ideal itu terbentur dengan Hil yang kayak batu kalo udah tidur. Dulu mah gw masih manis kalo ngebangunin Hil, menepuk sayang, pelan-pelan gitu. Tapi berhubung dia bangor, kalo ditepuk pelan malah makin erat meluk guling, jadilah gw mulai menggunakan cara-cara kekerasan. Mbahlulnya lagi, meski sudah begitu, teteup aja sekali batu tetep batu. Ckckckck, bubar deh itu perjanjian ideal nan adil.

Sejak itulah Senja lebih banyak tidur bersama kami. Dulu sih alesannya ujan, kalo Senja nangis, ntar gak kedengeran. Eh kok ya keterusan. Dengan Senja ada di tempat tidur kami, gw gampang aja dong kalo Senja nangis. Tinggal atur posisi, angkat kaos, nyusuin deh. Beres. Apalagi sekarang gw semakin menyukai posisi menyusui sambil tiduran. Win win solution untuk gw, Senja dan Hil.

Nah trus jadi masalahnya apa dong?

Masalahnya adalah, tempat tidur ukuran 160x200 itu harus dibagi tiga orang. Gw yang tidurnya manis dan lurus sepanjang malem, Hil yang badannya panjang dan tidurnya lasak dan Senja yang masih bayi tapi posisi tidurnya bisa berubah 360 derajat dalam semalam.

Pernah dicoba posisi tidur yang sejajar dengan arah tempat tidur. Kurang berhasil karena lebar tempat tidur (160) kurang sesuai dengan lasaknya Hil dan Senja. Alhasil, Hil yang membatu itu suka gak sadar diri sama posisi tidurnya. Gak baik bagi kemaslahatan Senja dan gw.

Posisi lain adalah melintang. Secara lebar, jadinya lebih oke (200), tapi gw-nya yang ndusel-ndusel Hil setiap kali mau nyusuin. Senja sih posisi tidurnya di situ aja, tinggal gw-nya aja yang nyesuaian, sekarang nyusuin pakai t*k*t kanan atau kiri.

Posisi ideal sejauh ini adalah posisi... mmmm apa ya nyebutnya. Jadi bayangkanlah sebuah tempat tidur. Lalu gw dan Hil tidur dalam posisi L, dengan kaki saling bertemu. Well, gak saling bertemu sih, tepatnya gw harus agak membengkok dikit posisi tidurnya berhubung kakinya Hil yang panjang itu. Senja tidur di pojokan, diapit gw dan Hil yang membentuk huruf L itu. Dengan begitu, Hil gak terlalu berdekatan dengan Senja, sehingga kalaupun tidur bolak balik kiri kanan, manuvernya tidak terlalu berbahaya. Sementara gw juga punya lahan yang cukup besar untuk pindah-pindah lokasi menyusui, sesuai urutan t*k*t.

Adil.

Saturday, June 28, 2008

Dibuai P Ramlee


Sudah beberapa malam ini, Senja di-ninabobo-kan dengan P Ramlee. Pelakunya siapa lagi kalo bukan Hil. Praktiknya begini. MP3 player Hil disambung ke speaker, lampu dimatiin, Senja yang udah mulai kucek-kucek mata dan nguap lalu digendong. Hil gendong ke kiri dan ke kanan, sembari ngayun-ngayun, sesekali ikut menyanyikan P Ramlee.

Manjur. Senja bobo dibuai P Ramlee.

Beberapa hari yang lalu Hil lapor. 'Senja gak mempan pakai Norah Jones. Tidurnya lama.'

Hidup P Ramlee! Melayu emang jaya dah, hihihi.

Kursi Makan

Jelang waktu 'resmi' Senja menjalani masa MPASI, gw dan Hil kepikiran beli kursi makan buat Senja. Kemarin-kemarin sempet tanya kakak gw soal ini, lalu dia bilang, pakai aja car seat atau stroller.

Karena kedua barang ini udah ada, gak beli pula, jadilah itu sempet dijajal. Ternyata kalo Senja makan di stroller, badan dia jadinya gak tegak. Kan agak rebahan gitu tuh dudukannya Stroller, gak ada yang betul-betul tegak. Yah, namanya juga stroller dikasih, gak bisa minta macem-macem, hihi. Sementara kalo Senja makan sambil agak rebahan, kok kayaknya gak mantep. Tadi dijajal dengan badan Senja dideketin ke arah meja-nya si stroller itu, tapi jadinya harus ada yang jagain punggung Senja. Senja kan belum bisa duduk sendiri.

Nah karena kekurangan yang ada pada stroller, dan kemungkinan besar juga pada car seat karena agak rebahan juga, jadilah kita tiba di pemikiran, kayaknya perlu nih kursi buat Senja. Mengingat ntar si Ibu bakal single fighter ngasih makan Senja, kalo gak dibekali peralatan yang memadai kan kasian juga. Atau ngebayangin Senja akan selalu makan dalam posisi digendong Ibu, waduh, jangan deh. Kita kan ingin membangun kebiasaan kalo makan tuh ya duduk, di meja makan, biar esok lusa gak susah.

Akhirnya dibeli juga lah itu bangku makan buat Senja. Bentuknya bukan high chair seperti punya Pelangi, tapi kursi yang bisa di-attach ke kursi biasa. Judul di box-nya sih 'booster to toddler seat'. Kata si Mbak di Toko Ocha, ada seat belt-nya. Oh oke, menarik. Trus kursi ini bisa berusia panjang, karena bisa digunakan sebagai bangku kecil pas Senja balita kelak. Asik deh keliatannya.

Sebelum memutuskan untuk beli kursi itu, sempet ngebandingin harga bentar ke satu toko lain, namanya Baby's Palace, yang ada websitenya juga itu. Eh ternyata emang si Toko Ocha ini lebih murah. Yah emang cuma selisih 50ribuan gitu, tapi ya mayan juga dong.

Hore, nambah satu lagi deh barangnya Senja. Semoga ahoy dengan kursi makan baru yaaaa...

Tuesday, June 24, 2008

Senjagana

Sejak lama, Hil suka memanggil Senja dengan nama 'Senjagana'. Atau 'Senjugunu', atau 'Senjegene' dan varian lainnya. Atau memanggil gw dengan 'Ibungunun'. Pokoknya diakhiri dengan 'gana' dan teman-temannya.

Gw pikir semula dia iseng doang nambahin akhiran. Gara-gara penasaran, baru tadi gw tanya ke Hil, kenapa dia panggil Senja dengan nama 'Senjagana'.

Ternyata ini bermula dari tren awal 90-an, di mana banyak orang bicara dengan kode-kode rahasia. Misalnya, bilang 'ke mana', tapi mau dirahasiain, jadi diselipin kata-kata pengacak. Jadilah 'ke mana' itu jadi 'kegemaganaga', dengan selipan 'ge' dan 'ga'. Gw inget, dulu emang semua temen gw kayaknya keranjingan pakai bahasa-bahasa aneh gitu. Tapi gitu dei, semakin banyak orang yang melakukan sesuatu, semakin males gw ngikutin, hihihi. Jadilah gw gak pernah bener-bener belajar soal itu. Paling mentok belajar bahasa binan doang, hehe.

Nah, rupanya dulu Hil juga kepayahan mengikuti tren ini. Pengennya ikutan ngomong dalam bahasa rahasia 'kegemaganaga', tapi repot sendiri. Jadilah dia dulu itu kalo ngomong 'ke mana', jadinya 'ke mana gana'. Laaah, kan gak ada rahasia-rahasianya tuh yak. Cuma nambahin 'gana' di ujung frase.

Dari situ lah nama 'Senjagana' muncul, hihihi.

Monday, June 23, 2008

Membuat Bubur Susu

Setelah semaleman baca-baca berbagai macam milis, situs internet dan sebangsanya tentang makanan pertama yang diperkenalkan ke bayi umur 6 bulan, banyak yang menyarankan untuk ngasih rice cereal atau bubur susu. Ada juga sih yang menyarankan pakai sayur atau buah, tapi berhubung Senja
udah 'terlanjur' mulai dengan biskuit Farley, mungkin transisinya pakai si bubur susu ini dulu ya.

Tapi, gimana bikinnya?

Dari hasil meng-google, diketahuilah bahwa bisa beli tepung beras biasa atau bikin. Aih, menantang banget gak sih tuh bikin tepung beras.Yang bisa dibikin itu tepung beras putih, tepung beras merah atau tepung kacang hijau. Kita cari 
yang gampang dulu deh: tepung beras putih. Beras merah ada juga sih, tapi mesti nyopet stok beras nyokap. Ya udah kita pakai beras putih dulu.

Karena gw begitu bersemangat ingin mencoba bikin sendiri tepung beras itu, sementara hari Senin kan gw kerja dong, jadilah Hil yang ketempuan. Oh kekasihku, kamu baiiiiikkk sekali. Jadilah sembari gw siap-siap, Hil bersihin beras, jumlahnya entah berapa, asal ngambil doang dari tempat beras. Setelah dibersihin, beras disangrai alias digoreng tanpa minyak. Kalo kata contekan di internet sih
'sampai matang'. Nah lho. Beras disangrai tau dari mana yak kalo udah mateng? Jadilah kita tebak-tebak buah manggis. Ah udah agak kuning nih, udah mateng kali yeeee..

Setelah disangrai, beras itu diblender tanpa air. Wuih, bunyinya berisik buanget. Untung aja Senja lagi dibawa sama Ibu, kalo enggak dia segera tutup kuping kali ya. Nah setelah 
diblender, diayak. Ayakannya ya pinjem sama Ibu dong, secara kita gak punya ayakan gituh. Wah, ngayaknya ternyata menguji kesabaran. Lamaaaaa bener biar semua beras blenderan itu keluar dari ayakan sebagai tepung beras yang halus. Seperti kata Hil, bikin tepung beras ini mesti santai, kalo gak santai bawaannya bisa bete. Huhu, 
jangan-jangan kemarin sebetulnya dia bete, huhuuhu...

Nah, setelah proses pembuatan tepung beras putih itu selesai, tinggal bikin buburnya deh. Itu semua terjadi selama gw di kantor. Duh baiknya kekasih hatiku itu.

Tepung beras putih itu dicampur air, lalu dimasak di atas api kecil. Kata Hil, cepet banget keluar gelembung-gelembungnya. Karena ngeri gosong, jadilah gak terlalu lama di atas api. Gatau deh itu sebenernya udah mateng atau belum. Setelah diangkat dari api, baru dicampur sama ASI.

Pas disuapin ke Senja, 5 sendok pertama sih oke, tapi selanjutnya dia menolak. Wuek, dilepehin gitu. Dugaan Hil, karena bentuk bubur susunya itu kurang memuaskan. Masih ada gerenjel-gerenjel-nya. Itu mungkin yang membuat Senja gak suka. Hil menduga, jangan-jangan ini sebetulnya kurang mateng. Kalo kata gw, mungkin kurang air atau kurang dikasih ASI aja. Kalo versi Ibu sih kayaknya kurang mateng, soalnya tampilannya gak kayak di buku-buku resep, hihihi. 

Setelah prosesi makan itu selesai, baru deh kepikiran. Gimana ya kalo ntar ninggal Ibu sendirian (atau berdua Salsa) sementara Ibu mesti bikin bubur susu gini? Huaduh, horor banget pastinya. Mending kalo Senja mau anteng ditaro di box, sekarang kan 
dia pengennya ditemenin terus selama main.

Kayaknya ntar kita ambil strategi lain. Tenang, teteup bukan beli bubur susu instan kok. Caranya adalah dengan memasak bubur itu banyak-banyak, lalu dimasukin ke freezer dan menjadikannya dalam bentuk ice cubes. Hoho, asik kan tuh, ntar berarti tinggal naro beberapa potong ice cubes bubur susu, ditaro di 
botol kaca wadah ASI, trus diangetin di alat penghangat makanan alias food warmer.

Semoga Senja doyan.

Friday, June 20, 2008

Ke Klinik Laktasi

Tadi pagi iseng gw SMS dokter Eveline, dokter anaknya Senja, ngasih tau soal kabar terkini dari ASI gw yang kian seret. Dia menyarankan begini,'Sudah ke Klinik Laktasi Carolus? Coba deh.'.

Oke gw coba. Jam 7 langsung gw siap-siap untuk ke Klinik Laktasi sendirian. Baiknya sih emang bareng Senja, tapi jadinya lebih ribet. Karena kan harus naik taksi atau mobil, dan itu artinya menantang diri dengan kemacetan pagi yang ahoy pisan. Sementara kalo gw seorang diri, naik ojek, beres.

Ya sudah. Kita naik ojek aja dah. 45 menit, nyampe di Carolus. 10 menit nunggu, akhirnya ketemu juga sama bidan di Klinik Laktasi.

Gw cerita kalau Senja sekarang umur 5.5 bulan, tapi produksi ASI gw seret. Terpaksa memulai MPASI lebih dini karena stok terancam. Jadi pertanyaan gw adalah (1) Mengapa ya kok produksi ASI seret? (2) Kalo ASI betul-betul tiada, apa yang harus gw berikan ke Senja dari umur 6 bulan sampai 1 tahun?

Lalu mulai deh si bidan tanya-tanya. Kalo di rumah, Senja minum ASI perahan? Ya. Pakai apa? Hmmm mulai deh gw boong, kekekek. Secara gw tau banget di Carolus anti dot, jadi gw boong. Dikiiit boongnya. Gw bilang kalo kombinasi, hehe, biar gak dimarahin banget gituh, kekekek.

Jadi ternyata jawabannya begini. Senja kan kalo di rumah pakai dot tuh. Nah kalo ngasih ASI pakai dot, bayinya keenakan. Gak perlu usaha, ASInya keluar mbludak. Beda dengan menyusui langsung di t*k*t yang perlu usaha. Nah karena keenakan 5x sehari minum pakai dot, jadilah daya hisap si bayi makin lemah. Ini terjadi ketika si bayi menyusui langsung. Daya hisap lemah, berdampak pada produksi yang juga melemah. Lambat laun, jadilah apa yang terjadi di gw sekarang: produksi ASI seret.

Selama ini gw gak pernah baca soal hubungan itu. Yang gw tau, dan yang gw baca, kalo pake dot, nanti akan bingung puting. Tapi gak pernah ada penjelasan bahwa efek jangka panjangnya adalah seretnya produksi ASI.

Si bidan menyayangkan karena gw gak bawa Senja. Karena kalo bawa Senja, sekalian bisa evaluasi, apakah posisi gw menyusui masih tepat atau enggak. Karena itu gw cuma disuruh peres pakai tangan aja, untuk ngecek apakah produksinya masih lancar atau enggak. Untung aja gw masih inget gimana meres pake tangan, hihihi, kalo enggak alamat diomelin lagi deh, hahaha.

Pas meres manual pakai tangan, ASI keluar. Kata si bidan sih produksinya oke. Masih banyak lah. Gak ada gerenjel-gerenjel di t*k*t sehingga mestinya gak ada kelenjar susu yagn tersumbat. Produksi yang kanan lebih banyak dibandingkan yang kiri.

Lalu gw tanya sama si bidan, bisa gak kalo gw menghentikan pemberian MPASI ke Senja? Sangat bisa. Tapi ya itu, lagi-lagi itu kan mesti diimbangi dengan produksi ASI yang lebih stabil. Artinya, ini adalah tugas gw dan Senja untuk kembali belajar. Gw untuk lebih rajin mompa. Senja untuk belajar lepas dari dot. Bisa dicoba pakai sippy cup, alias gelas yang ada munjungnya dan bolong-bolong itu. Oke, nanti kita coba.

Si bidan juga berpesan, baiknya memulai MPASI dengan buah. Abis itu kombinasi buah dan sayur. Abis itu dikasih bubur susu. Well, beda sih dengan anjuran dari milis Sehat. Tapi ntar lah, yang penting sekarang kita genjot dulu ASI-nya.

Seperti telfon-telfonan gw dan Hil tadi, hari ini mudah-mudahan terakhir Senja makan biskuit. Gapapa deh 'kecolongan' empat kali makan biskuit. Yang penting sekarang niatnya digedein lagi untuk memproduksi ASI secukup yang Senja butuhkan. Mudah-mudahan Senja gapapa bersusah-susah dahulu dengan sippy cup atau sendok atau gelas atau apa pun itu. Tinggal seminggu lagi. Jangan marah ya.

Sementara gw, akan menjaga semangat membara ini. Dikasih juga obat untuk merangsang hormon oksitosin untuk produksi ASI, namanya Moloco. Dijajal sampai akhir pekan ini, sementara gw tetap memerah ASI. Kalo gak sukses juga, masih ada langkah suntik hormon juga, lagi-lagi untuk merangsang produksi ASI. Tenang, suntiknya gak di t*k*t, tapi di lengan atau paha.

Mudah-mudahan lancar. Bismillah.

Thursday, June 19, 2008

Biskuit Ekstra

Sore-sorean nyokap SMS.  Ngasih tau kalo dia cuma berduaan sama Senja. Langsung gw bales SMS-nya: gw segera pulang begitu jam 6 teng.

Ternyata, seperti biasa, gak bisa teng-go alias teng langsung go. Jadilah jam 18.20 gw masih di kantor. Kalo menurut hitungan terakhir, Senja minum lagi jam 18.50. Gw pikir, aman dong. Lalu gw telfon nyokap.

Eng ing eng. Yang kedengeran adalah suara Senja nangis. Hadoooohhhh...

Nyokap bilang, karena Senja nangis dan gak bisa ditenangin, kayaknya laper. ASI masih dingin karena disimpan di kulkas. Jadilah Senja dikasih biskuit. Nyokap nyodorin biskuit Farley dan tangan nyokap langsung dipegangin, sementara Senja krius-krius makan biskuit. Haduh, kayak anak kelaperan lagi deh, huhuhu.

Ada dua keping Farley yang jadi korban, tapi yang kemakan yah kira-kira separuh lah. Jadi total dalam sehari ini, Senja makan satu keping biskuit. Hm, kebanyakan gak ya buat anak umur 5 bulan? Secara kalo kata buku-buku, makan anak bayi umur segitu tuh baru 2-3 sendok teh, hihi.

Abis itu Senja emang tenang. Kekenyangan kayaknya. Mukanya sih ceria, langsung mau diajakin becanda. Gw cium-cium perutnya, Senja langsung kegelian sambil terkekeh-kekeh. Fiuh, hilang semua duka lara deh.

Muah!

Wednesday, June 18, 2008

Mempercepat MPASI

Hari ini Senja mendapat MPASI pertamanya. Huhuhu, padahal dia belum genap 6 bulan. Huhuhu, padahal gw udah minta cuti 30 Juni mendatang demi MPASI pertama Senja kelak. Eh, tiba-tiba mesti dipercepat.

Jadi ceritanya begini. Produksi ASI gw sejak dari Malaysia itu seret banget. Kalo meres, dapet sekadarnya. Kalo biasanya bisa dapat 100-an ml, sekarang kalo meres paling dapat 60ml. Bagus banget kalo bisa sampai 80ml.

Nah dengan produksi yang seret, tentu saja susah untuk mengimbangi kebutuhan minum Senja. Biasanya gw ninggalain 5 porsi minum masing-masing 100ml buat Senja selama gw kerja. Tapi dengan produksi yang tiris, susah banget mencapai 5 porsi sehari itu. Hari ini aja gw harus gak masuk. Selain karena migren, juga karena stok ASI gak cukup untuk seharian ketika Senja gw tinggal kerja. Cuma ada 3 botol di kulkas. Kalo gw nekat masuk dan Senja nangis gelundungan karena laper dan haus, gimana?

Gw sempet cerita ke nyokap, dan nyokap mendorong gw untuk mempercepat MPASI. Gw telfon kakak gw, dia bilang, udah cepetin aja gapapa, toh udah jelang 6 bulan. Persisnya, 5 bulan 19 hari. Gw sempet pikir juga, ah apalah bedanya ya mempercepat 11 hari. Daripada Senja kelaparan. Gitu gak sih mikirnya?

Kebetulan Hil hari itu masuk siang, jadi kita sempet obrolin dulu. Ternyata Hil juga kepikiran untuk mempercepat MPASI. Pertimbangannya ya karena produksi ASI seret dan itu mengancam keberlangsungan stok ASI selama gw ngantor. Gw jadi bimbang dan ragu dong. Apa iya gw rela mempercepat MPASI dan tidak menjadikan Senja sebagai Sarjana ASI ya?

Tapi ya gimana lagi dong ya? Mudah-mudahan ini bukan sekadar pembenaran. Keberlangsungan Senja harus didahulukan.

Jadilah gw beranikan diri ngambil biskuit Farley yang udah dibeliin nyokap sejak gw-Hil-Senja pergi ke Malaysia. Sumpah, gw belum membekali diri dengan apa pun soal MPASI. Pengalaman gw dengan MPASI cuma dengan ngeliat kakak gw ngasih biskuit Farley ini buat Pelangi. Udah itu doang.

Ya sudah. The show must go on.

Hil mangku Senja sambil nyiapin biskuit Farley. Gw tuang sedikit stok ASI yang sudah dihangatkan di food warmer. Bismillah, mudah-mudahan ini keputusan yang baik adanya.

Satu-satunya hal yang bikin gw merasa ini keputusan yang baik adalah reaksi Senja dengan makanan. Well, mungkin sebenernya itu reaksi umum Senja terhadap apapun saat ini, semua bawaannya mau dimasukin ke mulut. Tapi ya sudah lah. Namanya juga lagi nyari penguatan dan pembenaran atas keputusan mempercepat MPASI, hehe.

Senja keliatannya seneng banget dengan biskuit Farley yang dihancurkan dengan ASI. Dia sibuk meraih sendok. Hil juga ketawa-ketawa. "Udah gak dikasih makan berapa taun, Tong?" Hehe.

Oke. Kita coba biskuit Farley dulu ya seminggu ini. Sekali sehari. Itu dulu aja. Gw masih dalam fase denial, masih bawaan pengen ngasih ASI eksklusif apa pun yang terjadi.

Selamat datang biskuit Farley.

Saturday, June 14, 2008

Stania dan Senja

Stania adalah temen SMA pas di SMA 8. Gw anak Fis, dia anak Bio. Gak akrab, cuma saling tau aja kayaknya. Pas di FISIP, kita sempet bareng. Gw di Komunikasi, dia di Politik. Tapi berhubung gak dapet restu dari nyokap, Stania cuma bertahan setahun, lalu pindah ke Biologi ITB. Bla bla blu blu, suatu ketika gw ketemu dia di Kedai, lalu dia masukin lamaran buat Asia Calling, lalu voila.. kita sekantor! Hehehe.

Sekarang Stania kerja di Al Jazeera yang berkantor di Kuala Lumpur. Begitu kita ketemuan di hotel, Stania langsung ngajakin ke Petronas. Gw dan Hil yang iya-iya enggak gitu dong ke Petronas. Abis kan kayak turis standar gitu foto dengan latar belakang menara kembar. Trus Stania langsung berbinar-binar,’Ke Petronas aja. Kan di situ ada kantor gw!’ Trus? Ah Stania emang edan.

Stania itu kayaknya gak terbasa dengan bayi. Sama lah kayak gw dulu ketika belum menikah, gak terlalu berminat sama bayi. Stania sih ngakunya keibuan, makanya dia suka protes retoris gitu,’Kan gw yang lebih keibuan, kok kalian yang duluan punya anak sih?’ Laaahhh, trus? Ah, lagi-lagi, Stania emang edan gitu.

Sebagai akibat dari tidak terbiasanya Stania dengan bayi, jadilah Stania nawarin hal-hal yang gak penting. Seperti, jempol kakinya. Halaaahhh. Padahal dia abis dari LRT, itu jempol item-item pula. Duuuhh, dia emang dah edan gak ketulungan! Kalo gak nawarin jempol, dia nawarin coklat. Itu pun sembari bertanya,’Dia gak boleh karena gak dibolehin makan coklat atau gak bisa?’ Duile Stan, perasaan Senja baru 5 bulan kaliiiiii...

Di Kamis malam, Stania datang lumayan malam ke hotel. Senja sebenernya lagi tidur, tapi begitu Stania ngomong, langsung dah melek. Volumenya itu lhooooo. Belum lagi kecepatan suaranya, hadu haduuuuuhh... Untung aja Senja gak melek trus nangis. Yang ada malah Senja ngeliat takjub gitu sepanjang Stania ada di kamar. Bengong bingung, ini apaan sih kok kenceng banget bunyinya, hihihihi...

Di hari terakhir kita di Malaysia, baru Stania ngegendong Senja. Kemarin-kemarin sih kelupaan gw tawarin gendong, jadi gw gatau sebenernya Stania pengen gendong atau enggak. Gapapa lah Stan. Yang penting sekarang gw bisa pasang foto elu sama Senja. Biar cowo-cowo pada teryakinkan kalo elu beneran keibuan, hiehiheihei...

Friday, June 13, 2008

Kuala Lumpur Setengah Hari

Berhubung Stania gak terbiasa mengelola tours&travel buat turis dadakan macam gw, jadilah Stania menyerahkan kepada gw segala urusan jalan-jalan. Dia ngemodalin berlembar-lembar brosur yang dia percaya bakal memberi pencerahan. Modal terbesar yang dia kasih ke gw adalah minjemin laptop. 'Biar elu bisa riset-riset sendiri pengen ke mana,' gitu katanya dengan senyum lebar. Ih kamu, malu-maluin, udah 3 bulan di Kuala Lumpur kok belum handal jadi pemandu wisata? Keikeiekeik.

Jadilah gw browsing dulu, mau ke mana pergi menjelajah Kuala Lumpur di hari Jumat. Tentu harus cari waktu yang tepat dan moda transportasi yang cucok, secara gw bakal pergi bertiga, dengan bayi pula. Kalo mikirin gw dan Hil doang mah pasti daftar jalan-jalannya jauh lebih panjang, hiehiheie.

Berdasarkan hasil riset, maka diputuskan untuk pergi ke 4 tempat, di dua perhentian LRT:
1. Skybridge di Petronas (stasiun LRT: KLCC)
Gratis, buka dari jam 9 pagi. Karena hari Jumat dan ada soljum, tutup dari jam 1 sampai 2.30 siang. Hil udah cemas aja bakal ada razia orang yang gak soljum, kekekeke.

2. Suria KLCC (stasiun LRT: KLCC)
Ini nama mal. Terdiri dari sekian banyak mal gitu deh, ada Ampang Mal, ada Rafles Mal, dll. Saking gedenya itu mal, sampe dibikin peta segala! Dasar orang Malaysia edan. Mal yang dituju adalah Park Mall, ada Tower Records-nya. Toko kaset dan CD gitu. Secara kita jalan-jalan bareng Hil gituh, pasti toko begituan yang dituju. Apalagi kata Stania, koleksinya lumayan lengkap.

3. China Town (stasiun LRT: Pasar Seni)
Jalan yang dituju adalah Jalan Petaling. Ngetop sebagai China Town-nya Kuala Lumpur. Katanya sih barangnya asik-asik. Barang palsu, murah meriah gitu. Boleh lah kita jajal. 

4. Central Market (stasiun LRT: Pasar Seni)
Within walking distance aja katanya sama China Town. Jadi mestinya sih cincay ya. Di Central Market ini jualan berbagai macam suvenir. Kata Stania, oleh-oleh coklat khas Malaysia mestinya dijual lebih murah di sana.

Satu agenda yang gagal hari ini adalah nonton 'P. Ramlee The Musical'. Mata Hil langsung berbinar-binar begitu tau di Kuala Lumpur lagi ada acara itu. Sayangnya, setelah Stania tanya ke panitia, anak bayi gak boleh ikutan nonton. Huhuhu. 
Gapapa ya. Kita cari CD-nya P Ramlee aja, hehehe.

Jadi begitulah kira-kira agendanya. Berangkat dari hotel jam 9, semoga semua lancar dan Senja gak ngambek atau rewel. 

Thursday, June 12, 2008

Bergembira di Kamar Hotel


Selama gw workshop, Hil dan Senja menghabiskan waktu di kamar hotel. Semula sih gw dorong-dorong Hil untuk jalan-jalan bareng Senja. Paling enggak ke Amcorp Mall yang ada di seberang hotel.

Pernah sih sekali Hil dan Senja ke sana. Tapi alhasil keringetan abis-abisan, padahal ke malnya juga masih pagi. Karena Hil kepikiran takut stok ASI yang dibawa bakal gak cukup, jadilah mendingan main-main di kamar hotel aja. Kan pake AC, jadi gak bakal kegerahan, jadi gak cepet aus. Aman deh.

Ya sudah, jadilah mereka berdua berkutat di kamar. Berhubung kita dapet kamar yang twin, tempat tidurnya disatuin. Agak riskan juga sih karena di tengah kan bisa jeblos. Tapi gapapa deh, kan dijagain. Nakas antar tempat tidur juga langsung diselimutin, biar ujung-ujungnya gak bikin Senja benjol. Senja sih asik-asik aja karena wilayah guling-gulingannya tetap luas seperti sedia kala. Sementara Hil menghibur diri dengan nonton Star Movie sampe mejret, hehe.

Kalo tiba waktu mandi, ini yang paling ahoy. Senja mandi di wastafel! Tadinya kita berharap dapat kamar mandi yang ada bath tub-nya. Mayan dong, itung-itung berenang, hehe. Tapi ternyata dapetnya yang shower. Gak muksin kan ajak Senja mandi pakai shower.

Tadinya gw yang khawatir kalo Senja dimandiin di wastafel. Takut ntar licin trus ntar Senja nggelinding gitu. Kan gak lucu banget. Tapi berkat keberanian Hil *halah* jadilah Hil mandiin Senja di wastafel. Yang difungsikan sebagai gayung adalah cangkir yang sedianya buat minum. Senja tampaknya senang-senang aja tuh dimandiin di wastafel. Dia berasa enak juga kali ye karena bisa tetap berendam...

Nah kalo gw udah selesai workshop, baru deh kita bisa agak jalan-jalan. Well, gak jalan-jalan juga siy. Secara di Amcorp Mall juga gak ada sesuatu hal yang seru. Malam pertama dan kedua, kita makan di Kedai Mamak yang ada di sebelah hotel. Malam ketiga, gw dinner bareng panitia dan peserta di Amcorp Mall, sementara Hil beli A&W yang juga ada di sebelah hotel.

Asik juga jalan-jalan betigaan gini, hihihi... Ayo dong kirim gw workshop lagi. Ke Inggris boleh juga, hohoho...

Tuesday, June 10, 2008

Tempat Menginap



Workshop yang gw ikutin itu diadakan di Hotel Shah Village, letaknya di Petaling Jaya. Masih masuk wilayah Kuala Lumpur, tapi bukan di tengah kota lah. Rada pinggiran, tapi bukan yang versi katro bin jauh gitu. Yaaaahh kayak daerah Depoknya kali ya.
Dari hotel, jaraknya sekitar 20-30 menit pakai taksi. Sesuai saran Stania, dari KLIA gw pakai budget taxi ke hotel (58RM). Kalo pakai budget taxi dari bandara, akan dapat kwitansi, karena biaya taksi dihitung berdasarkan estimasi jarak. Kalau pakai taksi di atas jam 12 malam, ada charge tambahan lagi. Wah coba di Soekarno-Hatta kayak gini ya. Selamat tinggal aja deh taksi-taksi bapuk yang suka ngerampokin penumpang, huh.

Taksinya oke aja. Kita jalan lewat tol, Senja bangun, sementara gw dan Hil kenyang nanggung gitu, secara kita cuma makan Burger King dibagi dua. Kenapa pake dibagi dua segala? Bukan perkara ngirit, tapi nguber waktu biar cepet nyampe hotel. Wuidih, gak tahan pengen segera rebahan. Punggung dan pinggang merentek megangin Senja sepanjang jalan, huhuhu.

Kita pun sampai di hotel. Hotelnya gak terlalu besar, cuma dua lantai pula. Sesuai kata websitenya sih, ini hotel milik keluarga. Hotel udah rada tua, trus ya gak kinclong modern gitu deh. Namanya aja hotel tua. Pas kita baru buka pintu kamar (219), jreng jreng, gak berasa jatuh cinta gitu gw sama tu kamar. Berasanya yaaaa... 'Yaaahh hotel tua deh'. Padahal kan seru pastinya dong kalo dapet gratisan kamar yang kinclong, ketimbang kamar tua kusam gitu.

Tapi ya sudah, kita harus nikmatin saja toh. Secara gratisan gitu lhoooo, gak berhak untuk mengeluh, hihihihi. Merk AC-nya itu York. Pernah denger gak? Gw sih enggak. Hil langsung pencet-pencet remote, lah kok gak nyala yak. Waduh, gak lucu. Telfon resepsionis, minta bantuan. Datenglah seorang ibu-ibu untuk membantu. Rupanya ada tombol merah di sebelah cermin, itu untuk aktivasi listrik AC. Woooo ngono tohhhhhh...

Yang paling menyenangkan dari kamar 219 itu adalah view-nya. Halah, boong banget. Pemandangan dari jendela ya biyasa aja. Ngeliat Amcorp Mal yang dibanggakan Petaling Jaya itu. Lalu ada rel LRT Aliran (Line) Kelana Jaya yang melintas kayak jalan tol. Ya udah gitu aja. Bukan lake view, apalagi mountain view. Kita mah dapetnya mall view dan LRT Line view, hihihihi.

Jadi, yang paling menyenangkan dari kamar hotel ini apa dong? Kulkasnya!

Gile, di saat hotel-hotel lain hanya menyediakan mini bar dalam kamar, di sini tersedia kulkas satu pintu! Hahaha, ini mah kayak kulkas gw sebelum beli baru yang dua pintu, keikeiekieke. Ajaib sekali ya hotel ini. Gw langsung bahagia dong membuka koper, karena ASI-ASI gw bisa selamat sejahtera di dalam freezer kulkas satu pintu itu.

Yang lebih seru lagi adalah ketika datang petugas hotel untuk kedua kalinya. Dia datang untuk membawa... eng ing eng... tempat tidur bayi! Huahuhaua... gw dan Hil sampe bengong dan terpana gitu. He? Dikasi tempat tidur bayi? Modelnya, lagi-lagi, tentu saja box kuno gitu. Kerangkanya aja dari besi. Waduh, kalo Senja di situ sih bisa-bisa ngamuk dia tuh karena benjol-benjol kejedot rangka besi, hihihihi. Berhubung akhirnya tempat tidur bayi gak difungsikan sebagaimana mestinya, jadilah itu jadi jemuran baju dan handuk, kekekekke..

Yang asik juga adalah persis di sebelah hotel ada tempat makan. Kata Stania, yang kayak gini disebut 'Kedai Mamak', istilah yang merujuk pada tempat makanan yang dikelola orang India. Gw pikir tadinya 'Kedai Mamak' itu nama restoran yang diwaralabakan di Malaysia. Oooo ternyata istilah toh..

Jadi, secara umum, kita bisa menikmati lah kamar 219 di Shah Village Hotel di Petaling Jaya. Have a pleasant say, katanya sih gitu. Amiiiinnnnn...

Kita Berangkat Euy


Akhirnya berangkat juga.

Rombongan berangkat dari Pondok Bambu sekitar jam 8 pagi. Kalo sial macet, nyampe bandara jam 10 lah. Pake anu itu dulu, check-in, boarding, aman lah yaw untuk flight 11.55. Di jalan, nyokap sengaja duduk di belakang biar bisa gendong Senja. Gw memanfaatkan saja untuk istirahat, begitu juga Hil yang duduk depan.

Sampai di bandara, ngeliat di papan pengumuman, kok gak ada flight Lion Air yang jam 11.55 yak? Tanya petugas, katanya yang di papan itu salah. Lah kok bisa salah tapi gak dibenerin? Ya udah lah gw sekalian aja cek ke dalam, meskipun menurut papan itu bukan flight yang gw cari. Tanya sama si mbak Lion Air, eh dia ngejawab serupa. Yang di papan itu salah. Idih aneh, kok ya gak ada niat, usaha atau apa gitu untuk ngebenerin apa yang ada di papan pengumuman? Ajaib.

Untungnya sama si Mbak Lion Air, gw langsung dibolehin untuk check-in. Gw duluan yang check-in bareng Senja, karena Hil pegang paspornya. Barang juga belum masuk bagasi. Setelah gw beres check-in, baru lah Hil dan Senja ikutan masuk. Seperti biasa, Hil gendong Senja. Ya emang biasanya begitu aja, secara Senja juga udah makin berat gitu. Eh petugas di mesin X-Ray kok ya iseng aja komentar,"Oooo kok itu anaknya digendong sama bapaknya, malah ibunya yang dorong troli..." Idiiihh, emangnya kenapa kalo gw yang dorong troli dan Hil yang gendong Senja? Ada-ada aja tu orang. Yang aneh kan kalo Hil yang nyusuin Senja, selebihnya sih wajar aja. Itu namanya pembagian tugas, Pak.

Never mind the bollocks, lalu lanjut lah Hil ke meja check-in. Rampung? Belum. Si petugas, kali ini mas-mas, bilang kalo tas di kabin hanya boleh maksimal 7 kilo. Kita timbang tas kabin kita yang isinya barang-barang Senja. Nah lho, lebih dari 7 kilo deh. Eh tapi kan 7 kilo buat 1 orang, sementara kita 2 orang dan gak sampai 14 kilo. Berarti mestinya boleh dong... Tapi, demi menjaga mood si mas Lion Air, jadilah kita bongkar dikit barang di koper kabinnya Senja. Untung sudah sedia tas Eastpak merah yang kayak travel bag itu, jadi sebagian barang bisa dipindah ke sana. Setelah itu beres, baru kita ngadep lagi ke petugas check in. Beres. Setelah itu sih barangnya digabungin lagi aja, biar gak kebanyakan prital pritil.

Abis itu bayar fiskal. Dengan bodohnya, as always, gw cuma ambil 1 juta untuk fiskal-nya Hil. Gw selalu berpikir kalau 'Oh ya santai aja, fiskal gw kan dibayarin kantor'. Tapi kan ya duitnya tetep perlu diambil kaliiiii dari ATM. Nah itu gak gw lakukan, dengan dodolibretnya. Jadi ya gitu deh. Akhirnya gesek kartu kredit deh buat bayar fiskal, huhuhu.

Setelah itu beres, kartu imigrasi juga udah diisi, barulah kita mulai masuk ke loket imigrasi.

Secara ini penerbangan internasional pertama buat Hil, baru deh dia tau rasa betapa ribetnya mengikuti segala prosedur perdokumenan di bandara. Dikit-dikit lewat gerbang, dikit-dikit ditanyain paspor dan boarding pas. Sebenernya sih dia juga gak ribet ngeluarin dokumen-dokumen itu karena semua ada di tas pinggang. Tapi tetep aja kerepotan berasa dilipat gandakan karena mesti ambil dokumen sembari gendong Senja. Akhirnya, biar Hil gak sutris, gw yang pegang semua dokumen, paspor dan boarding pas. Barang siapa pegang Senja, maka dia bebas dari urusan dokumen.

Eh rupanya flight agak terlambat, sekitar 20 menitan, karena pesawat telat nyampe dari Denpasar. Gapapa deh, yang penting gak sampai 4 jam kayak Air Asia-nya Stania. Pas nunggu di ruang tunggu, Senja udah mulai tidur. Jadi gw ambil alih Senja dari gendongan Hil, biar gampang aja. Senja dijaga tetep tidur sampai di pesawat, kalo bisa sampai pesawat nyampe di Kuala Lumpur deh.

Pas pesawat take off, bener aja, Senja masih tidur dengan nyenyaknya. Alhamdulillah, Senja gak rewel sama sekali pas kuping berasa pengeng. Sekitar setengah jam perjalanan, baru deh Senja bangun. Mungkin kedinginan, mungkin juga karena udah jamnya bangun aja. Untung juga sih dia bangun, jadinya bisa digantiin pampersnya di lavatory. Hil sempet rikues ganti pampers di kursi eksekutif, tapi gak boleh sama Mbak Pramugari Lion. Jadilah kita sempit-sempitan dikit dan rada akrobatis gitu pas gantiin pampers Senja di dalam toilet yang super mini itu.

Setelah urusan pampers beres, Senja sempet rada gelisah. Dingin kali ye, karena gw juga kedinginan. Jaket yang dipakai Senja tuh yang kado dari nyokap. Keren dan anget, mestinya. Tapi yang bikin ribet itu retsletingnya, karena bolak balik merosot. Sementara Senja yang pakai kaos lengan panjang dan kaos dalam itu juga jadi rada ribet di bagian perut. Tau dong Senja akrobatis gitu sekarang gerakannya, jadilah itu kaos dalem bolak balik keangkat dan ngejembrengin perutnya Senja ke AC pesawat yang dingin. Huhuhu kan kasian.

Berhubung gw punya t*k*t andelan berisi ASI, ya sudah, kita jejelin aja deh di sepanjang perjalanan. Sembari menyusui, gw dan Hil terus menerus ngeliat jam: duh, berapa menit lagi ya nyampe di KLIA?

Untunglah semua berjalan lancar. 30 menit-an dari pertanyaan tadi, pesawat nyampe di KLIA dengan selamat sentosa. Senja bangun pas kita udah menjejakkan kaki di bandara (tenang, gak pakai sujud syukur kok, hahahaha).

Whooaoaaa... selamat ya Senja! Lima bulan kok ya sudah sampai di Kuala Lumpur!

Siap Berangkat


Sekitar satu setengah jam lalu, beres-beres barang menuju ke Malaysia rampung.

Kesannya seru amat ya beres-beres sampe dini hari gini. Padahal sih mulainya juga baru dari jam 23. Sebelumnya gw tidur dulu karena sepulang kantor kok mendadak pusing. Kayaknya masuk angin, secara sekarang punggung gw belang belonteng setelah kerokan, hehehe.

Barang yang kami bawa total ada 5 tas. Koper buat di bagasi isinya baju gw dan Hil. Koper buat di kabin isinya semua barang Senja. Lalu ransel merah, isinya barang-barang dan mainan Senja yang sekiranya diperlukan di perjalanan, supaya gak bolak-balik buka koper kabin. Lalu gw dan Hil masing-masing bawa tas tangan dan tas pinggang.

Ini adalah versi terakhir tas-tas yang akhirnya diputuskan untuk bawa. Semula gw gak bawa koper buat di kabin, karena kok berasanya berlebihan banget. Tapi Tatah mengingatkan kalau selalu ada kemungkinan terburuk yang bisa terjadi. Salah satunya, koper nyasar, atau lebih apes lagi, koper ilang. Kalo koper gw yang ilang, gapapa kali ye. Toh bisa beli lagi. Nah kalo barang-barang Senja yang ngilang? Waduh, bisa stres berlipat-lipat ganda tuh. Daripada daripada, ya mendingan kita taro semua barang Senja di dalam koper kabin. Biar aman dan tentram lahir batin.

Yang sempet bingung juga adalah berhitung berapa banyak stok ASI yang harus dibawa. Stok itu akan ditaro di dalam koper besar. Mari kita berdoa sama-sama ya supaya koper itu selamat sentosa sampai ke Malaysia, dengan stok ASI aman di dalamnya. Setelah mencocokkan dengan jadwal workshop selama di sana, akhirnya kita bawa 5 stok ASI. Catatan pentingnya adalah gw harus serius mompa di sana. Soalnya kalo bawa banyak-banyak dari sini juga ribet kali yei, secara daya tahan ASI di kulkas biasa kan 2-3 hari.

Berdasarkan email-emailan sama Stania, dari Kuala Lumpur International Airport (KLIA) sebaiknya pakai budget taxi saja ke Petaling Jaya karena jaraknya udah relatif deket. Justru akan melambung kalo gw pakai KLIA Express untuk ke KL Sentral. Plus ribet pula karena dari KL Sentral harus pindah ke LRT Kelana Jaya untuk menuju stasiun Taman Jaya, yang terdekat sama hotel Shah Village, tempat gw menginap.
Tadi sempet juga menggoogle soal LRT, buat siap-siap ntar bakal gw pakai gitu selama di Malaysia. Ternyata sama aja dengan tube-nya London. Secara ini bekas negara jajahan gitu kali ye. Nah karena sama, mudah-mudahan akan lebih familiar kelak di lokasi.

Fiuh. Semoga selamat sampai di tujuan yaaaaa... Nah sekarang tidur kali ye.

Monday, June 9, 2008

Bukan Kedinginan

Tadi siang gw mompa ASI di bawah, sambil ngobrol sama Eci dan Nita di kedai. Seperti biasa gw pakai pashmina lebar yang disampirkan di pundak. Pompa nyala, ngung ngung ngung.

Lalu datanglah Beatrix, seorang laki-laki. Dia pun bertanya,"Kedinginan, Cit?" Tapi wajahnya sambil menatap ke balik pashmina, mungkin
heran kok ada bunyi-bunyi dari balik sana. Gw senyam-senyum aja. Gw bilang,"Enggak, gw lagi mompa ASI, bukan karena kedinginan. Masa gw ngablakin begitu?"

Trus Nita nyautin juga sambil ketawa-ketawa,"Nah trus kalo si Citra beneran kedinginan, trus itu bunyi apaan coba? Bunyi giginya gemeletuk?" Hhieheiheie..

Sunday, June 8, 2008

Uyut dan Cicit

Ternyata Uti Cipinang khawatir betul dengan Senja yang mau pergi ke Malaysia.

Suatu ketika, dia nelfon si Ibu dan menyampaikan kekhawatirannya. Dia bilang, mendingan nunggu sampai Senja setahun dulu aja. Laaaah ini kan juga kejutan yak. Kalo ini plesir, baru bisa direncanakan 'ntar tunggu setahun'. Nah kalo begini kan repot yak.

Trus tadi pagi Uti telfon. Biasa deh, menyampaikan wejangan-wejangan menjaga bayi selama di perjalanan, juga memastikan ASI gw lancar supaya Senja tetep sehat. Untuk yang terakhir, tentu dong. Nah untuk wejangannya, lucu-lucu.

Uti bilang gini,'Ati-ati jagain Senja, takut diculik.' Laaahhh diculik gimana caranya coba, kan Senja akan selalu digendong Hil atau gw. Abis itu dia bilang gini lagi,'Ati-ati, Senja jangan dititipin ke orang lain'. Hiehiehiehie, mana muksiiiiin juga nitipin Senja ke orang lain. Emangnya barang gitu kali bisa dititipin trus dituker nomor loker? Hahahaha.

Tapi soal berhati-hati, itu harus. Yang lebih penting adalah berhati-hati untuk tidak berdekatan dengan orang sakit flu dan sebangsanya selama di perjalanan. Gak lucu banget kalo Senja sakit apa pun selama di Malaysia.

Roaming Internasional


Salah satu persiapan yang wajib dilakukan untuk ke Malaysia adalah aktivasi roaming internasional. Gw udah meng-google, as always, dan menemukan jawabannya untuk XL (Hil) dan Mentari (gw).

Hil udah cek ke customer service XL di 818 dan jawabannya, harus pergi ke salah satu counter XL. Untungnya ada di deket rumah, di Pangkalan Jati.

Nah kalo gw, kalo menurut website Mentari sih cukup kirim SMS ke nomor 888, dengan isi SMS: IR. International Roaming. Nah gw cobain dong. Dua kali kirim, dua kali juga ada delivery report: not delivered. Lah pegimana iki.

Barusan gw telfon ke customer service Mentari di nomor 543-88888 dan nanya soal roaming international. Kata si Mas-nya, roaming intl di nomor gw udah aktif. Lho kok bisa? Apa sebetulnya SMS ke nomor 888 itu manjur? Enggak, bukan itu kata dia. Tapi, memang ada beberapa nomor Mentari yang beruntung sudah teraktivasi roaming intl-nya secara otomatis. Lhooo hebring sekali. Jarang-jarang gw beruntung untuk soal ginian *buktinya gak pernah dapet 10 juta dari berbotol-botol Nu Green Tea gw, hihihi*

Karena udah aktif secara otomatis, begitu sampai di Malaysia, gw tinggal matiin HP gw sesaat, lalu nyalain lagi. Ntar langsung nyambung sama temen jaringannya Mentari di Malaysia. Begitu juga kalo ntar gw balik ke Jakarta, matiin HP-nya bentar, trus nyalain lagi. Beres deh. Hohoho, gampang yak..

Nah, abis itu gw tanya dong soal tarif Mentari kalo gw terpaksaaaaa bangetttt mesti pake HP di sana. Begini penjelasan Mas-nya Mentari:
* Panggilan keluar untuk nomor Malaysia: Rp 8745 / 30 detik
* Panggilan keluar untuk nomor Indonesia: Rp 5825 / 30 detik
* Nerima panggilan dari mana pun: Rp 4730/30 detik
* SMS: Rp 3500

Waduuuuuuuu mahal pisan. Secara gw anak prabayar gitu, berarti mesti diisi banyak-banyak deh pulsanya. Awassss aja kalo sampe nelfon gw lama-lama. Gile, nerima telfon aja kok mahal pisan yak.

Berarti tinggal tunggu kejutan tarif XL selama di Malaysia nih. Huhuhu.

Thursday, June 5, 2008

Heran

Tadi siang, pas di kantor, karena ada kerjaan antara jam 15-16, maka gw mempercepat jadwal mompa ASI. Yang biasanya mompa jam 12, lalu jam 15.30, tadi jadinya mompa jam 12 dan jam 14.30.

Entah mengapa, perolehan mompa kedua itu kurang memuaskan. Bisa jadi ini adalah serangkaian hasil perahan yang kurang nendang dalam beberapa hari belakangan, terutama di siang hari. Atau stres kerjaan? Gatau juga deh. Cemas karena mau ke Malaysia? Atau apa? Ya gatau. Pokoknya cuma dapet 60ml. Tapi ya mau diapain lagi, lah wong dapetnya segitu.

Pas gw lagi ngelabel botol kaca wadah ASI, ada temen gw yang melihat heran ke arah perolehan ASI gw dan bertanya,"Cuma dapet segitu, Cit?"

Rasanya pengen gw makan idup-idup tu temen gw. Messtttiii ya ngomentarin kayak gitu? Trus kenape kalo perolehan gw cuma segini? Mau nyumbang? Mau bantuin mompa? Enggak kan?

Seperti kata nyokap gw: if you can't say something nice, don't say anything.

Paspor Senja


Tsaaaahhh... anak 5 bulan punya paspor!

Wednesday, June 4, 2008

Nu Green Tea dan Sirup Marjan

Kedua hal itu adalah penopang hidup gw selama ini.

Secara gw gak suka air putih, jadilah gw demen yang manis-manis. Karena males bikin teh manis melulu, kita manfaatkan saja teknologi masa kini yang udah susah-susah bikin teh dalam kemasan. Masa mereka bikin inovasi begitu trus kita gak menghargai sih? Kan kasian dong *alesan*

Pas hamil dulu, gw tahan-tahan diri banget untuk gak beli teh kemasan. Sok ngeri sama pengawet aja. Apalagi nyokap gw juga ikutan nakut-nakutin. Jadilah gw gak pernah beli teh dalam kemasan botol macam Fres Tea atau Nu Green Tea. Tapi, suatu ketika setelah melahirkan, gw ke Bintaro dan menemukan bahwa kakak gw juga adiksi sama teh kemasan. Kalo dia demennya Nu Green Tea yang less sugar. Kata dia, sejak hamil, dia udah minum itu terus. Waduh. Tau gitu gw dulu juga minum aja ya, hehehe.

Jadilah sekarang, gw jadi penggila Nu Green Tea. Awalnya sempet suka yang honey, tapi lama-lama kerasa terlalu manis. Pernah sok-sokan beli yang less sugar, tapi kurang seru karena agak pait. Lebih sok-sokan lagi karena waktu itu beli yang no sugar. Haduh gak enak. Jadilah kita beli yang biasa aja, yang tutup ijo. Sembari berdoa, siapa tau dapet hadiah 10 juta dari tutup botolnya, hahaha.

Setiap hari gw beli Nu Green Tea dulu di Indomaret seberang kantor gw, baru ke kantor. Gak afdol rasanya kalo gak belanja dulu *halah* Setiap hari gw beli 2 botol. Temen gw sampe pada heran dan 'menyindir' kebiasaan gw minum Nu Green Tea terus. Soalnya kan itu artinya gw menjadi pembuang sampah plastik secara rutin. Gak hijau banget gituh lhoh. Akhirnya gw boong aja, gw bilang kalo botolnya mau gw pake buat bikin biopori, hiehiehiehie.

Nita hampir selalu nakut-nakutin gw kalo liat gw minum Nu Green Tea. Soalnya temen sekantor gw ada yang pernah masuk rumah sakit, salah satunya karena kebanyakan minum Teh Botol. Langsung aja gw tunjukin tulisan di kemasannya: terbuat dari teh hijau, kaya antioksidan. "Tuh Nit, kan ini berguna," kata gw. Nita melengos. "Lama-lama elu jadi duta Nu Green Tea." Wah, menarik tuh, kekekekek.

Minuman manis kesukaan gw lainnya adalah sirup Marjan. Iya, merk tertentu. Rasanya jelas tertentu juga dong: cocopandan. Gw nyaris gak pernah beli rasa lain. Nyokap gw dulu sempet nanya,"Jadi seumur hidup mau yang cocopandan melulu?" Gw mengangguk dong.

Saking seringnya gw beli sirup Marjan rasa cocopandan, kalo gw nitip itu ke Hil, dia suka ngeles. "Sirup Marjan udah gak diproduksi lagi. Terakhir produksinya kemarin." Hayyaaaahh, kayak ngeboongin anak kecil ajeeeee...

Walaupun tiap minum gw suka khawatir ntar diabetes, atau ntar gigi gw rusak karena minum manis melulu, tapi yaaaaa gimana dong... Kalo gak minum manis, maka hampir bisa dipastikan gw males minum. Padahal biar ASInya banyak, mesti banyak minum. Jadi? Win-win solution ya Nu Green Tea dan sirup Marjan.

Ada gak ya tawaran duta Nu Green Tea dan sirup Marjan rasa cocopandan? Hahahaha.

Monday, June 2, 2008

Ngidam Gendongan

Sejak gw ke Taman Suropati dan menemukan gendongan asik beberapa waktu lalu, gw tiba-tiba ngidam pengen punya gendongan baru.

Yang ransel sekarang ini, kayaknya kurang sesuai kebutuhan jiwa raga gw-Hil dan Senja. Soalnya kalo Senja ditaro di ransel, pas dia ngadep ke luar, khawatirnya tiba-tiba Senja stres atau gimana gitu berhadapan dengan dunia luar, tapi trus kita akan kesulitan 'menyelamatkan' Senja. Karena ya repot ngebuka ranselnya bla bla bla.

Lalu Eci menginformasikan ada gendongan Tommee Tippee yang di pinggul gitu. Sempet nyari langsung, tanya dari satu toko ke toko lain di ITC Kuningan, gak sukses. Akhirnya browsing di internet. Ketemulah situs ini yang jualan barang-barang keperluan bayi. Wah, ketemu nih gendongan yang gw cari. Tommee Tippee EZ Pack, bisa buat anak sampai berat 18 kilo dan usia di atas 5 bulan. Wah cucok dong ini buat Senja.

Tadinya sempet menunda-nunda beli. Ya males aja. Bawaannya pengen minta dikado orang gitu, hahaha. Tadinya mau ngebajak Mbak Eni buat ngebeliin itu gendongan. Secara dia dengan kurang ajarnya belum pernah nengok Senja dari lahir sampai sekarang punya titit baru gitu lhoooo. Tapi enggak ah, kurang greng kalo gendongan gini dibeliin Mbak Eni. Belum lagi dia orangnya juga suka nunda-nunda gitu. Aaaahhh bisa-bisa keburu ilang di peredaran.

Nah, berhubung hari ini udah ada kepastian bakal ke Malaysia *ahay, gw masih tidak habis percaya nih* jadilah gw memberanikan diri untuk mantap membeli gendongan baru itu. Soalnya kalo ngegendong Senja secara manual, wuidih, makin gempor euy. Senja itu lasak banget, gak bisa diem, trus makin berat. Kalo pake gendongan ransel, ya itu, makin gak cucok kayaknya buat Senja yang mulai eksploratif. Jadilah, oke, gw lakukan pembelian online.

Asiknya, si toko online ini menyediakan pick-up store. Asiknya lagi, pick-up store-nya itu ada di Buaran, deket rumah, dan Cikini, deket kantor. Wah makin mantep aja.

Berarti tinggal nitip duit dan alamat pengambilan ke Hil deh. Semoga gendongan baru cucok di hati... Semoga juga gendongan baru ini bisa menghapuskan keinginan terpendam Hil yang batal beli gendongan bayi warna item bikinan Parental Advisory di Bandung dulu itu.

Memilih Pesawat


Sebelum kejelasan paspor ada, gw udah sibuk browsing pilihan flight Jakarta-Kuala Lumpur. Pengen tahu aja, mana sih yang paling murah untuk ke sana. Riset itu juga gw lakukan awal banget sebagai bagian dari pengambilan keputusan untuk pergi ke Malaysia barengan Senja dan Hil atau enggak. Tapi, eniwei buswei, bagaimana pun, pertimbangan terbesar untuk akhirnya mengambil keputusan untuk bersama-sama ke Malaysia adalah ASI. Gak lain gak bukan. Mahal ye bo ASI-nya, huhuhu.

Nah, flight yang muncul untuk penerbangan dari Jakarta (CGK) ke Kuala Lumpur (KUL) adalah Air Asia, Lion Air, Garuda Indonesia, Malaysian Airlines. Dua terakhir, mahal sudah tentu. Untuk yang Garuda, dicek sama Mitha, sekretaris redaksi di kantor. Untuk yang MAS, gw cek di website mereka. Mahal bow. Kalo pegi bertiga, return, bisa abis ampir 600 USD. Idih.

Yang menarik adalah KLM. Tiketnya terhitung moderat, ada di tengah-tengah antara Lion Air dan Air Asia. Secara KLM itu flight internasional gitu lho, lebih terpercaya dong. Tapi jam berangkatnya kurang cucok. Masa nyampe di Kuala Lumpur jam 21.40? Lah ini bawa bayi kan repot. Belum lagi nyari-nyari kota Petaling Jaya dan hotelnya dalam kegelapan? Aih kagak dah.

Flight yang paling murah adalah Air Asia. One way, Rp 620 ribu. Wuih, asik kan? Tapi ya itu, baaanyaaaaakkk banget keluhan soal flight yang gak tepat waktu. Widih, serem dong secara gw bakal bawa Senja gitu. Mending yang pasti-pasti aja.

Nah, kebetulan Stania, eks temen sekantor yang sekarang di Al Jazeera Malaysia, rajin baca blog gw. Dia ngabarin gw soal penerbangan Air Asia yang baru saja dia lalui, dari Kuala Lumpur ke Jakarta dan sebaliknya. Pas ke Jakarta, flight yang mestinya jam 21, diundur jadi jam 12 malem! Weks! Sampe di Jakarta udah jam setengah tiga pagi ajaaaaa booooo... Trus flight dari Jakarta ke Kuala Lumpur, mestinya berangkat jam 18, diundur jadi jam 20. Lalu sepuluh menit sebelum jam 20, pesawat diundur lagi jadi jam 12 malem. Najooonggggggg...

Kalo gitu, definitely not Air Asia dah.

Pilihan beralih ke Lion Air. Tinggal ngecek, lebih murah mana beli lewat online atau lewat travel. Gw cek website Lion, lalu email Mitha, minta tolong dia cek harga terakhir di travel. Sore tadi dapet kabar dari Mitha, rupanya tetep lebih murah beli di travel. Ajaib sekali ya. Beli di toko maskapai yang bersangkutan kok malah lebih mahal, mestinya kan lebih murah yak?

Oke. Kalo gitu besok kita tetapkan pilihan, beli 3 tiket Lion Air, rute CGK-KUL dan KUL-CGK untuk tanggal 10 Juni dan 14 Juni, lewat travel, dengan bantuan Mitha.

Semoga selamat sampai di tujuan.

Kecil-kecil Punya Paspor



Hari ini kita pagi-pagi ke Kantor Imigrasi. Sampai di sana, jam 8 kurang 10 menit. Hil ngecek ke satpam. Nama Kepala Kantor Imigrasi betul Pak Edi? Betul. Sudah datang? Sudah, barusan. Bisa masuk sekarang? Ntar, tunggu jam 8. Oke. Kebetulan, Senja masih asik merem abis menyusui.

Gak berapa lama, kita masuk. Biasa, dikasih tanda pengenal. Tadinya dapat nomor 7, lalu begitu Hil bilang kita mau ketemu si Pak, langsung diganti nomor urut. Jadi nomor 105. Nah lho. Ah tauk deh. Kita berharap terbaik saja.

Kita disuruh duduk di ruang tunggu. Oh, sekarang ruang tunggunya udah pakai dinding kaca dan dikasih AC toh. Dulu perasaan ngablak doang. Gak berapa lama, Pak Sudarman nyamperin. "Mau ketemu Bapak ya? Berkas udah diisi semua?" Udah semua beres, Pak. Disuruh pindah tunggu, ke dalam, karena kasian bawa bayi. Oh baiknya si bapak.

Abis itu kita disuruh menemui Pak Zulkifli. Siapakah dia? Gatau deh. Nunggu sekitar 15 menit, lalu kita diarahkan ke Mbak Indri. Siapakah dia? Gatau deh. Trus Pak Zulkifli-nya gimana? Gatau deh. Ya udah, berkas dipegang semua sama Mbak Indri. Lalu dia minta kita tunggu sampai jam 10, untuk nanyain lagi berkas-berkasnya ke dia. Sip.

Jam 10 teng, kita masuk ke dalam. Berkas rupanya sudah siap. Si Mbak Indri bilang,"Tapi ini KK-nya kan belum lengkap. Paspor baru bisa jadi kalau KK sudah lengkap." Lah iki piye. Kalo gini doang hasilnya mah sama aja kayak yang dilakukan Hil hari Kamis lalu. Trus apa bedanya lewat loket sama pake surat sakti?

Tapi kegundahan *halah* gw langsung terjawab. Si Mbak Indri mengajak bertemu dengan Pak Zulkifli. Entah apa jabatan dia. Cukup tinggi lah mestinya, secara dia dapat ruangan tersendiri, pake AC dingiiinn pisan, dengan beberapa sofa buat tamu. Pasti banyak nih yang ngandelin surat sakti macem gw begini *duh* Di dalam, Pak Zulkifli mengajak berbincang, gw duluan juga yang ngomong soal workshop bla bla blu blu gitu. Udah, Pak Zulkifli setuju.

He? Setuju? Bener nih?

Dia cuma bilang,"Kita sama-sama bantu aja ya Mbak, Mas. Saya bantu memproses ini, nanti Mbak dan Mas minta surat keterangan ke Kelurahan yang menerangkan bahwa KK sedang diurus di Dukcapil." Hoalah, begini doang nih? Iiiihh coba petugas loket bilang kayak gini, kan bisa segera diurus dari pekan lalu, huhuhu. Tapi untunglah Pak Zulkifli baik hati dan tidak sombong. Gak berapa lama, si Mbak Indri masuk dan memberikan berkas gw, lalu langsung ditandatangan sama Pak Zulkifli. Ahooooyyyy...

Setelah itu, Hil dan Senja foto, sementara gw membayar ongkos bikin paspor. Masing-masing 270 ribu perak. Karena Senja adalah bayi yang dikasihani sama Pak Zulkifli, akhirnya kita pakai antrian foto TKI. Katanya sih biar cepet, padahal sih di sono rame juga. Gak lama antrenya, segera saja Hil foto, gw yang pegang Senja. Abis itu, Senja giliran difoto deh, hihihi lucunya. Bayi kok foto paspor. Jadilah dia diajak senyum gitu sama mbak-mbak TKI yang lagi antri, berusaha menarik perhatian Senja supaya liat ke kamera. Satu dua tiga, liat sini... cekrek!

Abis itu, wawancara. Pas lagi di depan ruang wawancara, gw dan Hil bertanya-tanya, kalo gini tuh kita mesti ngasi uang gitu gak ya? Gw SMS Mas Ade yang pernah melalui jalur ini juga. Dia bilang, enggak. Oh gitu. Ya udah, bagus deh. Kalo iya, bingung juga mesti ngasi berapa ke siapa. Duh emang udah paling bener lewat jalur baek-baek pake loket aja dah, gak usah pusing mesti berterima kasihnya kayak gimana.

Pas di ruang wawancara sih sama sekali tidak terjadi tanya jawab apa pun. Hil cuma disuruh tanda tangan doang. Udah. Sementara si Mbak satunya di dalam ruang itu sibuk mengagumi Senja yang anteng. Kagak ada wawancaranya sama sekali.

Abis itu, kelar deh. Kelar? Kelar nih? Serius? Trus buku paspornya mana?

Mbak Indri pun menjawab. Buku paspor baru akan dikasi kalo udah ada surat keterangan dari Kelurahan, yang menjelaskan KK lagi diurus itu. Oh gitu. Oke deh kalo begitu. Tapi nomor paspor Hil dan Senja udah bisa diperoleh dong? Oh tentu. Nomornya urutan pula. Ahay, mesranya anak bapak ini, hiehiehie.

Jadi sukses nih paspornya? Jadi kita ke Malaysia nih?

Ahaaaayyyy....

Sunday, June 1, 2008

Penganten Sunat



Hari ini Senja dibawa ke Kayumanis buat pamer titit baru, hihihi. Dari sebelum sunat, nyokapnya Hil emang udah wanti-wanti supaya dikasi tau kalo udahan sunatnya, untuk bikin selametan kecil-kecilan.

Ya udah kita bawa dong si Senja di hari Minggu. Tanpa pampers, pake popok dilapis celana panjang aja biar tetep keren. Secara kita taunya cuma akan ada selametan kecil-kecilan, ya kita baju mah biasa-biasa aja.

Sampe di Kayumanis, lah kok ini kursi meja pada dikeluarin dari ruangan. Lho kok ngegelar karpet? Nah lho. Duduk gak berapa lama, Hana, keponakannya Hil, keluar bawa baju koko. Huawayaaahh... Senja pake baju koko? Hihihi, penganten sunat tenan kowe! Baju koko-nya masih kebesaran, warna ijo, persis seperti warna kesukaan Hil, haha. Kostumnya terdiri dari baju koko, celana panjang dan peci yang satu motif. Ahaaayyy.... Nah karena kostum penganten sunat masih kegedean, jadilah lengan tangan dan kaki digulung, hihihi.

Pas temen-temen bokapnya Hil dateng dan tahlilan, kita bertiga ikutan. Senja anteng aja ngikutin tahlilan. Sesekali gw megang tangannya Senja supaya kayak ikutan berdoa, sambil goyang kanan goyang kiri pas 'La ilaha ilallahu', kekekeke.. Pas tahlilannya kelar, pada nanya deh,"Yang sunatan yang mana?" Lah, yang ini Pak, ini lho yang pualing guanteng dan banyak ilernya, kekekeke..

Di Kayumanis, Senja udah diboyong sana boyong sini, sempet nangis karena tititnya masih berdarah, tapi secara umum anteng pisan. Gak nangis karena gak hafal wajah, misalnya. Tenang-tenang aja, mungkin karena dia tetep bisa liat keberadaan gw dan Hil. Pas di sana, abangnya Hil, Bang Nur, datang juga. Salah satu anaknya, Zuhdi, itu yang bolak balik dibilang mirip sama Senja. Liat punya liat, mirip juga sih, karena sama-sama putih, jidatnya lebar dan wajahnya manis-manis sendu gitu *halah*

Abis dari Kayumanis, kita mampir ke Rawamangun. Dijemput sama bokap yang dari rumah, ketemuan sama nyokap di Rawamangun, setelah piket di Puskesmas buat bagi-bagi metadon buat para sakawers. Di Rawamangun, ya jelas Senja jadi superstar lagi. Dirubung sama Tante Titut, Tante Sinta dan Tante Dewi. Ganti-gantian ngegendong, sementara gw dan Hil bernafas lega bisa istirahat sambil nonton Nanny 911, hehe.

Kita pulang dari Rawamangun sekitar jam 18. Badan rasanya udah rontok lagi, belum lagi berasa peliket abis-abisan karena belum mandi sore. Duh gak enak banget rasanya. Tapi ada kotak tahlilan titipan nyokapnya Hil buat keluarga Cipinang. Ya mesti mampir dong kalo gitu caranya. Di jalan, nyokap telfon ke Cipinang, ternyata di sana lagi ada Abus dan Rasyadi-Rifa. Waaaa, mampir lagi dah.

Di jalan sebenernya Senja udah langsung nemplok dan tidur di dada Hil. Tapi karena mampir lagi di Cipinang, ya bangun lagi dong. Secara Abus baru liat lagi setelah sekian bulan, dia penasaran banget pengen ngegendong Senja. Senja ditaro di pangkuan Abus, sembari Abus mencoba mencuri hati Senja sambil siul-siul. Senja menatap dengan tatapan 'toloong, selamatkan aku, siapa laki-laki besar dan ubanan ini?', heheiheihei. Bener aja, begitu Abus mengangkat Senja ke udara, langsung mukanya Senja mewek dan nangis, huaaaaaaa...

Akhirnya setelah tur penganten sunat, sampai juga kita di rumah. Fiuuuuuhhh lega, bisa istirahat juga...

Oh ya, selamat ulang tahun Pancasila. Dasar FPI dudung, bikin rusuh di hari lahir Pancasila.