Friday, October 10, 2008

Kecemasan Yang Dipahami

Karena autisme itu sifatnya lari-lari dalam keluarga, sangat dipahami kalau ada kecemasan di tengah keluarga kami soal kemungkinan autisme. Apalagi gw dan Ikhsan itu sepupuan, di mana Ikhsan itu adalah individu autistik. Secara Senja itu laki-laki yang potensi kena autismenya 4x lebih besar dibandingkan perempuan, yaaaa gitu deh, kecemasan makin menjadi-jadi.

Gw jadi inget waktu hamil. Waktu itu kakak gw telfon dan ngabarin kalo bayi yang di perut dia betulan perempuan. Lalu dia menyatakan kelegaannya. Nah gw bingung dong, kok lega kenapa? 'Soalnya kan potensi autisme itu lebih besar di laki-laki.' Sementara di saat yang sama, gw lagi dag-dig-dug apakah bayi di perut gw itu laki-laki atau perempuan, tapi lebih karena persoalan duh-kalo-bayinya-laki-gimana-ngurusnya-ya-bo. Bukan soal autisme. Duh gw emang super dudung.

Mungkiiiiin karena itu juga gw memilih untuk tidak mencaritahu bayi di perut gw itu laki-laki atau perempuan. Kalo gw dari awal tau kalo di perut gw ada bayi laki, mungkin gw akan terdera rasa cemas tak putus-putus karena khawatir si bayi bakal autis di kemudian hari. Ini tentu kecemasan yang tak berguna bagi kemaslahatan kehamilan. Untunglah Hil juga gak kepingin-kepingin amat tau jenis kelamin si bayi. Aman.

Nah begitu Senja brojol, ya sudah. Tentu saja kehadiran dia dirayakan dengan penuh suka cita.

Begitu umur Senja bertambah, kecemasan itu satu per satu muncul lagi. Sebelum gw masuk kerja, pas Senja umur 3 bulan, Tatah pesen untuk memperhatikan perilaku Senja. Supaya gw terus memantau dan mengecek dengan perkembangan bayi-bayi seumuran Senja, ada yang aneh atau enggak. Di saat yang sama, pikiran gw lagi sibuk dengan nyetok ASI, nyimpen ASI dan segala hal terkait pemberian ASI perahan. Gw pun telfon-telfonan sama kakak gw. Dia bilang,'Mungkin orang lain itu luput merhatiin perilaku anaknya karena tersibukkan dengan urusan ASI. Yang dipentingin perutnya si bayi dulu, bukan perilakunya.' Kira-kira begitu.

Karena itu juga gw selalu wanti-wanti sama si Ibu untuk waspada kalo ada sesuatu hal yang mencurigakan. Segala wejangan dari Tatah, gw coba perhatikan. Misalnya, mencegah Senja terpaku memandang kipas angin. Kan kipas angin gerakannya gitu-gitu aja tuh. Kalo perhatian Senja terjerat, bisa gaswat. Soalnya anak autis itu kan cenderung melakukan hal yang sama terus menerus. Jadi, jangan dibiasain gitu.

Lalu wejangan berikutnya adalah soal merangkak vs berjalan. Kita pernah berbincang soal ini ketika Lebaran, dengan mengambil contoh kasus Widi. Lalu Tatah nulis lagi di blognya. Tapi dengan kondisi Senja yang makin hari betul-betul makin menikmati saat-saat dia berjalan, gimana dong?

Senja emang masih suka merangkak, tapi juga mulai sering coba-coba jalan. Kalo jalan dirasa terlalu lama, dia pasti akan merangkak biar bisa ngebut. Merangkaknya juga udah 'sempurna', karena merangkak dengan kedua lutut di lantai. Tapi kalo digelindingin mainan buat dia ambil, kadang-kadang dia justru berdiri, walaupun kemudian dia merangkak lagi. Paling satu dua langkah aja sebagai pendahuluan.

Jadi, baiknya digimanain? Senja sih mau merunduk-runduk nyaris tengkurep gitu kalo lagi nyari bola yang ngegelinding ke kolong. Masa dipancing pake cara begitu biar dia merangkak? Waduh biyo...

2 comments:

Anonymous said...

Kecemasan ya dijadikan 'pemicu untuk waspada'...sambil terus memperhatikan perkembangan anak secara obyektif. Sudah mau jalan, ya alhamdulillah... kita syukuri. Sambil terus memperhatikan tahap perkembangan dia berikutnya: komunikasi interaksi perilaku... Banyak doa, dong.--eyangT

Anonymous said...

Cit, ini dari CDC. Elu terjemahin aja ke bahasa Indonesia lalu disusun menjadi semacam checklist jadi Ibunya Sasa bisa membantu mencatat hasil observasinya.

Gita

Possible Red Flags for Autism Spectrum Disorders

Children and adults with an autism spectrum disorder might:

Not play "pretend" games (pretend to "feed" a doll)

Not point at objects to show interest (point at an airplane flying over)

Not look at objects when another person points at them

Have trouble relating to others or not have an interest in other people at all

Avoid eye contact and want to be alone

Have trouble understanding other people's feelings or talking about their own feelings

Prefer not to be held or cuddled or might cuddle only when they want to

Appear to be unaware when other people talk to them but respond to other sounds

Be very interested in people, but not know how to talk to, play with, or relate to them

Repeat or echo words or phrases said to them, or repeat words or phrases in place of normal language (echolalia)

Have trouble expressing their needs using typical words or motions

Repeat actions over and over again

Have trouble adapting to changes in routine

Have unusual reactions to the way things smell, taste, look, feel, or sound

Lose skills they once had (for instance, stop saying words they were once using)

Talk to your child’s doctor or nurse if your child loses skills at any age.