Tuesday, June 2, 2009
Prita Mulyasari
UU ITE ini memang absurd. Gw bisa ikut dipenjara, karena gw memforward email yang ditulis Prita, mengeluh soal pelayanan RS Omni Internasional, ke milis kantor. Begitu juga yang gw lakukan sekarang: mengcopy-paste email Prita.
Baca cerita soal Prita bikin mules, mengingat anak-anak dia masih kecil dan apa yang dia lakukan hanya memperjuangkan hak konsumen. Dan dia dipenjara untuk itu. Sinting.
Menulis posting ini, memasang banner ini, hanya sedikit dukungan yang bisa gw berikan kepada Ibu Prita.
DIKUTIP dari http://maleakhi.com/?p=98
Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia lainnya,
terutama anak-anak, lansia dan bayi.
Bila anda berobat, berhati-hatilah dengan kemewahan RS dan title
International karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin
sering uji coba pasien, penjualan obat dan suntikan.
Saya tidak mengatakan semua RS International seperti ini tapi saya mengalami
kejadian ini di RS Omni International.
Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB, saya dengan kondisi panas
tinggi dan pusing kepala, datang ke RS. OMNI Intl dengan percaya bahwa RS
tersebut berstandard International, yang tentunya pasti mempunyai ahli
kedokteran dan manajemen yang bagus.
Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39
derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah
thrombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000, saya
diinformasikan dan ditangani oleh dr. Indah (umum) dan dinyatakan saya wajib
rawat inap. Dr. Indah melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample darah
saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit 27.000.
Dr. Indah menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan tapi saya
meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu
referensi dr. Indah adalah dr. Henky. Dr. Henky memeriksa kondisi saya dan
saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam
berdarah.
Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau ijin
pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi,
dr.Henky visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam
bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?), saya kaget
tapi dr. Henky terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya diberikan
berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa ijin pasien atau
keluarga pasien. Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan
tetap masih sama dengan jawaban semalam bahwa saya kena demam berdarah.
Saya sangat kuatir karena dirumah saya memiliki 2 anak yang masih batita
jadi saya lebih memilih berpikir positif tentang RS dan dokter ini supaya
saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh dokter profesional
standard Internatonal.
Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap
suntik tidak ada keterangan apapun dari suster perawat, dan setiap saya
meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, lebih terkesan
suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu
box lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan disertai banyak ampul.
Tangan kiri saya mulai membengkak, saya minta dihentikan infus dan suntikan
dan minta ketemu dengan dr. Henky namun dokter tidak datang sampai saya
dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke
39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa,
setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu dr. Henky saja.
Esoknya dr. Henky datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk
memberikan obat berupa suntikan lagi, saya tanyakan ke dokter tersebut saya
sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara. Saya tanyakan
berarti bukan kena demam berdarah tapi dr. Henky tetap menjelaskan bahwa
demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan kembali infus sebelah
kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit sekali.
Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang sesak
napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun hanya
berkata menunggu dr. Henky saja. Jadi malam itu saya masih dalam kondisi
infus padahal tangan kanan saya pun mengalami pembengkakan seperti tangan
kiri saya.
Saya minta dengan paksa untuk diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan
suntikan dan obat-obatan.
Esoknya saya dan keluarga menuntut dr. Henky untuk ketemu dengan kami namun
janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan kakak-kakak
saya menuntut penjelasan dr. Henky mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab
awal yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam
riwayat hidup saya belum pernah terjadi.
Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri saya.
Dr, Henky tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan, dokter tersebut
malah mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan
kembali dan menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai
kondisi saya dan meminta dr. Henky bertanggung jawab mengenai ini dari hasil
lab yang pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja. Dr. Henky
menyalahkan bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan.
Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai
membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat namun saya tetap tidak mau
dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi saya membutuhkan
data medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan
data medis yang fiktif.
Dalam catatan medis, diberikan keterangan bahwa BAB saya lancar padahal itu
kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow upnya
samasekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya yang
181.000 bukan 27.000.
Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat
dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak
adalah 181.000, kepala lab saat itu adalah dr. Mimi dan setelah saya
complaint dan marah-marah, dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil
lab 27.000 tersebut ada di Manajemen Omni maka saya desak untuk bertemu
langsung dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.
Saya mengajukan complaint tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh Ogi
(customer service coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda
terima tersebut hanya ditulis saran bukan complaint, saya benar-benar
dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Ogi yang tidak ada service nya
sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan saya meminta
tanda terima pengajuan complaint tertulis.
Dalam kondisi sakit, saya dan suami saya ketemu dengan Manajemen, atas nama
Ogi (customer service coordinator) dan dr. Grace (customer service manager)
dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi
dengan saya.
Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan
dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000
makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit
181.000 saya masih bisa rawat jalan.
Tanggapan dr. Grace yang katanya adalah penanggung jawab masalah complaint
saya ini tidak profesional samasekali. Tidak menanggapi complaint dengan
baik, dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr.
Mimi informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen
dan dr. Henky namun tidak bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke
atas (Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat tersebut jam 4 sore.
Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya
dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular, menurut
analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah
parah karena sudah membengkak, kalau kena orang dewasa yang ke laki-laki
bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista. Saya lemas
mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah membohongi saya
dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam
dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas.
Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya
tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.
Suami saya datang kembali ke RS Omni menagiih surat hasil lab 27.000
tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta
diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya
saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang yang
datang dari Omni memberikan surat tersebut. Saya telepon dr. Grace sebagai
penanggung jawab compaint dan diberikan keterangan bahwa kurirnya baru mau
jalan ke rumah saya namun sampai jam 4 sore saya tunggu dan ternyata belum
ada juga yang datang kerumah saya. Kembali saya telepon dr. Grace dan dia
mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas nama Rukiah, ini
benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali, dirumah saya tidak ada
nama Rukiah, saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya
sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama. Logikanya dalam tanda terima
tentunya ada alamat jelas surat tertujunya kemana kan ? makanya saya sebut
Manajemen Omni PEMBOHONG BESAR semua. Hati-hati dengan permainan mereka
yang mempermainkan nyawa orang.
Terutama dr. Grace dan Ogi, tidak ada sopan santun dan etika mengenai
pelayanan customer, tidak sesuai dengan standard International yang RS ini
cantum.
Saya bilang ke dr. Grace, akan datang ke Omni untuk mengambil surat tersebut
dan ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis saja
dan pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati kami, pihak manajemen
hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami dan tidak disebutkan
mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan dilakukan revisi
181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi kesehatan makin
memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni.
Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? karena saya ingin
tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya
RS Omni mendapatkan pasien rawat inap. Dan setelah beberapa kali kami
ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah hasil lab saya 27.000 adalah
FIKTIF dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan tidak perlu ada
suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah karena bisa
langsung tertangani dengan baik.
Saya dirugikan secara kesehatan, mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan
asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal
mungkin tapi RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini.
Ogi menyarankan saya bertemiu dengan direktur operasional RS Omni (dr. Bina)
namun saya dan suami saya terlalu lelah mengikuti permainan kebohongan
mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain.
Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang
selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak
jelas dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu
yang cukup untuk menyembuhkan.
Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing,
benar.. tapi apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dpercaya
untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan, semoga Allah
memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya diingatkan
kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang tentunya
suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis, mudah-mudahan tidak terjadi
seperti yang saya alami di RS Omni ini.
Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan
atau dokter atau Manajemen RS Omni, tolong sampaikan ke dr. Grace, dr.
Henky, dr. Mimi dan Ogi bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia
hanya demi perusahaan Anda.
Saya informasikan juga dr. Henky praktek di RSCM juga, saya tidak mengatakan
RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini.
Dokter utama yang handle saya adalah : dr. Hengky Gosal, SpPD.
Dokter umum UGD adalah : dr. Indah Prameshwarie.
Untuk kepala labnya, manager customer service dan coordinator customer
service hanya nama saja karena mereka tidak memberikan kartu nama :
dr. Mimi (kepala lab), Ogi (coordinator customer service) dan dr. Grace
(customer service manager).
salam,
Prita Mulyasari
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
Solidaritas Anti Kriminalisasi Pasien
oleh RS OMNI International Alam Sutera
Kasihan saja tidak cukup. Apakah yang sudah Anda lakukan untuk menggalang anti kriminalisasi pasien oleh RS OMNI International Alam Sutera ? Atau Anda hanya membaca dan menonton kasus itu di Media Cetak dan Televisi ?
Jika Anda peduli, namun tidak tahu caranya mengekspresikan kepedulian Anda, berikut ini adalah langkah praktis untuk menyampaikan aspirasi Anda :
1. Kirim Email kekecewaan dan kutukan Anda, kepada :
• info@omnihealthcare.co.id dan info@omni-hospitals.com (RS OMNI International Alam Sutera)
• mph@cbn.net.id (Pengacara RS OMNI International Alam Sutera dari Risma Situmorang, Heribertus & Partners).
2. Anda juga bisa menyampaikan kekecewaan dan kutukan Anda secara langsung kepada nomor telpon : 021-53128555 (hunting). Jangan hanya berbicara sama operatornya, tetapi kalau bisa dengan para manajemen RS OMNI International Alam Sutera, yaitu Sukendro (Direktur Utama), Dina (Direktur), atau Anda juga bisa menghubungi semua nama petugas yang disebutkan dalam surat keluhan Prita Mulyasari.
3. Cara lainnya adalah dengan mengirimkan fax dukungan yang sama ke nomor : 021- 53128666.
Marilah kita semua melakukan langkah nyata sebagai rasa solidaritas dan tangggungjawab sosial personal. Agar kasus kriminalisasi terhadap pasien yang dilakukan oleh RS Internasional merupakan yang pertama dan yang terakhir. Lakukan apa yang bisa dilakukan, sekarang juga. Terima kasih atas kepedulian Anda.
Wassalam,
BARATA NAGARIA
Solidaritas Anti Kriminalisasi Pasien Indonesia (SAKPI)
Web, http://anti-kriminal.blogspot.com
Email : barata.nagaria@yahoo.co.id
Post a Comment