Duh saat ini beneran tiba nih?
Tadi pas jelang jam tidur, gw tanya ke Senja: Senja jadi mau tidur sendiri kan?
Dia ragu-ragu sih. Tapi gw semangatin terus. Gw janji nemenin. Eh gw malah disuruh berdiri sambil ngipasin. Wong edan. Gw ambil kursi dong, trus tetep ngipasin dia.
Trus disuruh nyanyi nina bobo. Abis itu diminta kipasin yang kenceng. Abis itu Senja minta makan. Lalu gw bilang kalau peraturannya tetap sama: kalau sudah mati lampu, tidak boleh minta makan-minumsusu, hanya boleh air putih. Ya sudah. Abis itu minta peluk. Abis itu dia sibuk nyanyi-nyanyi. Abis itu gw disuruh nyanyi Thomas.
Senja nyaris menyerah. 'Mau tidur di tempat tidur Ibun aja.' Gw semangatin lagi. Jangan menyerah Senja! Ayo kamu bisa!
Abis itu minta dikelonin deh di tempat tidur. Sempit ya bo berdua-duaan di tempat tidur single, hihihihi.
Gak berapa lama, Senja tidur. Wah serius nih?
Gw langsung pasang barikade di sekeliling tempat tidur. Guling 2 kiri kanan, bantal di ujung kaki. Abis itu di sisi tempat tidur, gw geret box ke sana, di atasnya dialasin kasur tipis yang tadinya buat di meja ganti bajunya Senja. Lalu gw cari lampu kecil, pinjem dari kamar nyokap, buat ditaro di sebelah Senja. Jadi gak akan terlalu gelap, gitu.
Oke aman. Fiiuuuhh...
So far berarti udah hampir 2 jam Senja tidur. Tampaknya pulas. Minimal gak ada gangguan yang selama ini datang dari suara TV yang gw dan/atau Hil nyalain.
Amin.
Jadi serius nih Senja udah gw tinggal tidur sendiri? Atau baiknya gw tidur di sebelah tidur Senja, tapi pake kasur ekstra gitu ya? Dwoooh jadi degdegan.. Gw ngeri dia nggelinding, atau kebangun tengah malam dan panik gak ada gw lalu terhuyung-huyung turun dari tempat tidur atau trauma dan gak mau tidur sendiri lagi.
Whoooshhh pergilah kau pikiran buruk... Semoga Senja aman sentosa!
Monday, May 31, 2010
Kabar buat Senja
Tadi pagi sambil ngolesin selai ke roti tawarnya Senja, gw bilang begini ke dia:
Cit: Senja, masih inget Ibu Ika?
Senja: Iya.
Cit: Ibu Ika gak balik lagi ke sini gapapa yah. Dia mau sama anaknya. Senja inget kan anaknya namanya siapa?
Senja: Iya, Imelda.
Cit: Jadi Ibu Ika gak balik ya.
Senja: he-eh.
Lah udah, gitu doang? Gak ada nangis geru-geru? Gak ada memanggil-manggil Mbak Ika?
Oalah... Senja anak baik luar biasa!
*pelukcium*
Cit: Senja, masih inget Ibu Ika?
Senja: Iya.
Cit: Ibu Ika gak balik lagi ke sini gapapa yah. Dia mau sama anaknya. Senja inget kan anaknya namanya siapa?
Senja: Iya, Imelda.
Cit: Jadi Ibu Ika gak balik ya.
Senja: he-eh.
Lah udah, gitu doang? Gak ada nangis geru-geru? Gak ada memanggil-manggil Mbak Ika?
Oalah... Senja anak baik luar biasa!
*pelukcium*
Sunday, May 30, 2010
Ika
‘Bu, suami saya udah setuju untuk cerai.’
Gw lupa kapan itu dikatakan sama Mbak Ika. Mungkin 1-1,5 bulan sebelum dia akhirnya pulang ke Ponorogo, pada 22 Mei lalu. Dalam hati gw langsung setujui permintaan dia untuk pulang. Karena dia pulang untuk bercerai dari laki-laki yang adalah suaminya, yang adalah pelaku KDRT.
Dia gundah ketika saat-saatnya tiba mau pulang. Dia pernah cerita, setiap hari ngeliatin kalender di HP, setiap kali pula degdegan karena dia betulan akan pulang. Tentu dia kangen sama anaknya, Imelda (‘Adel’, kalo kata Senja), 3 tahun. Tapi dia takut ketemu sama suaminya. Dia bilang, kalo ada suaminya, dia selalu jadi perempuan penurut, gak berani ngelawan. Dia takut dia bakal berubah pikiran, menjadi tidak bercerai. Gw menguatkan dia. Gw bilang ke dia, gak ada gunanya bertahan dengan suami yang KDRT. Pesan moralnya, perempuan gak boleh mau jadi korban.
Dia sempat merasa bersalah karena pulang pas di rumah justru lagi ada acara ngumpul bareng. ‘Yah, saya jadinya gak bisa bantuin.’ Gapapa tenang saja, kata gw ke dia. Dalam hati, yang penting kamu bercerailah dengan suami laknatmu. Laki-laki yang memukul, menampar, menyeret tak lama setelah istrinya melahirkan, sungguh tak pantas dibela.
Dia juga sengaja agak menjauh sama Senja beberapa minggu sebelum pulang. Dia memilih menyerahkan Senja ke Ibu untuk tidur siang. Kalo ada apa-apa diserahin ke si Ibu. ‘Supaya Senja gak terlalu nyariin kalau saya pulang,’ kata dia. Ah betul. Alasan yang baik. Dia juga tipe pengasuh yang tidak mendominasi Senja. Dia tau, karena gw kerja Senin-Jumat, maka Sabtu-Minggu gw mau bareng Senja. Dia juga yang mengajarkan ke Senja,’Kan Ibun liburnya Sabtu-Minggu, jadi sekarang Senja gapapa sama Ibu Ika.’
Alasan lain yang membuat gw setuju rencana kepulangan dia adalah Imelda. Anaknya. Dia udah setahun lebih gak ketemu anaknya. Itu memang mestinya bukan urusan gw. Tapi anaknya seumuran Senja. Gw mengerti kira-kira gimana perasaan dia.
Jelang pulang, dia beberapa kali menyampaikan kegundahannya. Tapi di sisi lain, gw tau dia udah janji pulang sama anaknya. Janji sama anak kecil jangan sampai gak ditepati, gitu pikir gw. Jadi ya sudah. Rencana pulang jalan terus.
***
Ika sebetulnya bukan kandidat pertama ketika gw-Hil mencari pengasuh buat Senja. Alasan pemilihan Yayasan Zr Nunuk sebagai tempat mencari pun hanya satu: lokasinya dekat. Dengan begitu, kalau ada apa-apa, kalau harus antar-jemput, deket. Ika adalah pilihan kedua, setelah kandidat pertama jeprut dan gak terlihat meyakinkan.
Gw ingat, ketika itu gw yakin memilih Ika karena sorot matanya. Sungguh alasan yang aneh untuk keputusan memilih seorang nanny, pengasuh untuk Senja.
5 bulan di Pondok Bambu, dia membuktikan diri sebagai seseorang yang sangat rajin dan cepat belajar. Dia gak keberatan mengerjakan pekerjaan rumah tangga lain. Kata dia,’Saya digaji 30 ribu sehari sama Ibu, kalo gak ngapa-ngapain rasanya kok gimana gitu.’ Kalo gw yang digaji 30 ribu sehari, mungkin gw gak akan serajin dia. Pas bandrol aja. Tapi dia gak gitu. Dia berbagi kerjaan nyetrika sama si Ibu, nyapu kebon, masakin sarapan buat kita semua, dan lainnya. Karenanya dia juga ketiban kerjaan ajaib: nyatetin buku-DVD koleksi gw-Hil, juga obat-obatan nyokap. Tulisannya bagus, dia gampang memahami instruksi. Maklum, lulusan SMA. ‘Otak saya alhamdulillah gak bodoh-bodoh amat, Bu,’ kata dia suatu waktu.
***
Suatu malam gw dapat SMS. Dari Mbak Ika. Dia pingin curhat. Secara spesifik dia minta supaya gw gak bilang ke Hil.
Lantas gw ke dapur, kami berbincang di dapur luar, di depan kamarnya. Dia bercerita panjang lebar soal hidupnya. Soal bapaknya yang supir truk. Ibunya yang TKI di Malaysia, sempat jadi korban penganiayaan majikan di sana. Tentang majikan Ika sebelumnya di PIK yang kejam. Tentang anaknya. Tentang SMA-nya.
Juga tentang suaminya.
Mereka pacaran sejak lama, ketika masih SMA. ‘Dulu keluarga saya Alhamdulillah kecukupan, tapi usaha Bapak bangkrut.’ Cerita klise pengusaha kecil. Ika sempat terancam putus sekolah. Lantas datanglah tangan ajaib: keluarga si pacar. Mereka bersedia bayarin uang sekolah Ika. Lulus.
Lantas mereka menikah.
Langsung hamil. Kekerasan suaminya mulai terasa. Memukul. Menampar. ‘Kalo plak-plak tampar bolak balik aja sih biasa. Saya sampai ditampar, lalu diseret. Mbah saya pernah liat.’ Ketika itu juga gw bilang: ‘Kalo saya jadi Mbak, saya tinggalin saat itu juga.’
Tapi tentu saja gw bukan Ika, dan Ika bukan gw.
Dia memilih mempertahankan rumah tangganya. Kekerasan suami menjadi. Gak dikasih uang belanja, sementara anaknya sudah lahir. Anak lahir, malam-malam suami tak pernah di rumah. ‘Kalau ditelfon, di sebelahnya ada suara perempuan.’ Dia tetap bertahan. Dia berharap suaminya berubah. Gw bilang ke dia, kalau laki-laki pelaku KDRT biasanya manis kelakuannya setelah berlaku kasar. Dia setuju. Suaminya juga begitu.
Sampai akhirnya dia memilih untuk bekerja di Jakarta. Bergabung ke sebuah yayasan PRT, yang suplainya memang dari wilayah Ponorogo. Tapi untuk bergabung ke sana, dia harus mengisi formulir, lengkap dengan tandatangan suami. Luar biasa diskriminatifnya dunia pekerjaan; kenapa pula istri bekerja harus ada tandatangan persetujuan dari suami? Lalu dia meminta tandatangan suami. Suami menolak. Lantas Ika mengancam,’Kalo nggak, kita cerai.’ Suami akhirnya tandatangan, dengan kompensasi pernikahan mereka bertahan.
Ika tiba di Jakarta, Februari 2008.
***
Sepanjang gw dibesarkan di Pondok Bambu, maka gw hanya mengenal 1 PRT, yaitu si Ibu. Karenanya kehadiran Ika adalah suatu lompatan besar buat gw. Memasukkan orang baru ke rumah, memasrahkan Senja ke dia, mempercayakan seisi rumah gw kepada orang yang sama sekali asing.
Gw meniru nyokap gw ketika memperlakukan PRT. Gw berusaha memperlakukan dia adil, memperlakukan dia sebagai manusia. Karena gw ingin investasi rasa kepercayaan ke dia. Ketika masih sebulan bekerja di sini, setiap Jumat gw bikin pertemuan tripartit: gw-Hil-Mbak Ika. Gw menanyakan kesulitan dia bekerja, mencari masukan dari dia. Tujuannya supaya kita bisa menciptakan suasana kerja yang baik. Kalau suasananya baik, mudah-mudahan dia juga memperlakukan Senja dengan baik.
Ika jadi pengasuh yang top buat Senja. Dia mau repot, dia kreatif dalam ngajarin banyak hal, gambarnya bagus, walaupun nyanyinya fals, hehe. Hobi dia ber-HP sudah dibatasi dengan peraturan ketat: tidak boleh pegang HP selama pegang Senja. Rasanya itu satu-satunya aturan yang kita tetapkan ke dia. Nonton TV boleh aja, tapi Senja juga bukan tipe suka nonton TV. Main di kebon, tentu boleh, asal pakai lotion anti nyamuk. Senja emang gak main ke luar pagar, tapi itu lebih karena gw aja yang kuper gak kenal lingkungan sekitar.
Sabtu-Minggu, dia suka mati gaya. Senja maunya sama gw, sementara dia gak ada kerjaan. Sejak itu dia dapat tugas-tugas dadakan. Nyatetin buku, cuciin sepatu, bersihin kamar mandi, rapiin lemari dapur, bersihin lemari barang, dan sebagainya. Kalo gw-Hil-Senja keluar rumah di akhir pekan, maka dia punya sederet tugas untuk dilakukan. Dan dia melakukanannya dengan baik.
Dia juga sangat supel. Dibawa ke Bintaro, langsung bisa ngobrol akrab sama Mbak Wanti. Diajak ke Rawamangun, langsung bisa ngobrol sama Mbak di sana. Dibawa ke Kayu Manis, langsung ngebakso dan tukeran lagu di HP sama keponakannya Hil.
Dia sangat update dengan informasi. Dia sempat punya satu nomor khusus untuk internetan, ‘Buat Facebook-an.’ Gw kontan melongo. Dia juga tau rame-rame bintang jatuh waktu itu. Dia bahkan pernah bangun tengah malam untuk nungguin itu bintang jatuh. Gw kasih 2 buku karangan Tatah supaya dia punya perspektif baru ketika bertemu dengan Ikhsan, buku itu langsung dibalikin ke gw gak sampai seminggu kemudian. ‘Udah selesai dibaca. Saya jadi kagum sama Eyang Tatah. Saya kirain hidup saya paling sengsara… ’ Dia juga yang minta bahan bacaan ke gw soal pengasuhan anak. Dia yang menawarkan diri untuk baca buku panduan gw What To Expect. Untungnya buku yang gw punya emang versi terjemahannya, jadi dia bisa baca. Dan dia betulan baca itu buku.
Ketika SMI mundur dan foto di dalam lift itu muncul di Kompas, dia tau apa isunya. Saat si Ibu sekadar bertanya,’Ini kenapa Sri Mulyani?’, maka si Mbak Ika sudah bisa menyahut,’Kan gak jadi Menteri Keuangan lagi, pindah ke Bank Dunia.’ Kontan melongo lagi.
Penilaian itu tidak pupus meski dia gak balik lagi ke Pondok Bambu.
***
22 Mei 2010. Gw tanya ke Senja,’Senja mau dadah Ibu Ika di rumah atau nganterin ke tempat bis?’ Senja pilih yang kedua. Jadilah gw pesan taksi, demi mengantar Mbak Ika ke Terminal Rawamangun bareng Senja.
Itu kali pertama dia naik bis sendirian ke Ponorogo. Ketika datang ke Jakarta, dia bareng orang Yayasan, jadi tinggal ngikut aja. Dia sempat ragu, berani atau enggak pulang sendiri. Tapi ya gak ada pilihan lain toh.
Sebelum dia naik ke bus, gw beli lapis Surabaya yang dijual di Terminal. ‘Buat tambah-tambah suguhan di rumah.’
Gw dan Senja menghantar Mbak Ika pulang di Terminal Rawamangun.
***
‘Dace, dia gak bales SMS semalam.’
‘Dace, hari ini dia gak balas SMS lagi.’
Gw selalu lapor ke Hil tiap kali kirim SMS ke Mbak Ika. Dan seketika Hil langsung berupaya menenangkan gw. ‘Tenang aja Boncai, dia pasti balik,’ atau ‘Hush udah gak usah dipikirin. Tunggu aja sampai Minggu.’
Satu-satunya SMS yang dibalas adalah SMS yang gw kirim Senin malam. Dia bilang, lagi pijat karena badan sakit semua. Sehari sebelumnya, Minggu pagi, gw telfon dia, memastikan dia sampai di rumah dengan selamat. Suaranya bahagia. ‘Melda gendut banget!’ cerita dia soal anaknya.
Begitu tiba di Ponorogo, dia langsung beli nomor baru. Gw duga, itu demi menghindar ditelfon orang Yayasan. Dia ngasih tau gw nomor barunya. Sebelum dia pulang, gw juga tanya ke dia nomor HP bapaknya. Buat jaga-jaga.
Di hari Jumat, sehari sebelum tanggal dia seharusnya balik ke Jakarta, pagi-pagi gw kirim SMS ke dia. Gak ada balasan. Siangnya, gw bilang ke Hil,’I give you all the luxury to call her.’ Hil yang telfon. Ke nomor lama, gak diangkat. Ke nomor baru gak diangkat. Coba lagi, setelah lama baru diangkat. Di situ dia bilang ke Hil: ‘Gak boleh balik ke Jakarta sama bapaknya, ini masih terus dibujukin.’
Bapaknya? Kok gw gak yakin.
***
Seharian ini gw gundah gulana banget. Mungkin gw sinting, secara yang menghilang adalah seorang pengasuh.
Sejauh ini Senja belum nanyain Mbak Ika. Gw gatau mana yang lebih baik: nunggu Senja nanyain atau langsung bilang ke Senja. Tapi Senja tau persis Mbak Ika ke mana. Kalau ditanya ‘Mbak Ika ke mana?’ maka Senja menjawab,’Ke Ponorojo, ketemu Imelda.’ Sekarang Senja udah bisa bilang Imelda. Dulu, entah dapat ide dari mana, menyebutnya Adel.
Gw gatau mana yang lebih bikin gw galau: kehilangan pengasuh yang oke atau keputusan dia untuk bertahan dengan suaminya yang pelaku KDRT.
Kata dia di SMS,’Daripada pekerjaan, saya pilih keluarga.’
Itu tentu bukan keputusan yang salah. Tapi bertahan dengan suami yang KDRT?
Dia bolak balik minta maaf di SMS. ‘Saya tau ibuk pasti kecewa’, gitu dia tulis.
Somehow, gw berharap besar sekali sama dia. Gw yakin dia jadi pengasuh yang baik untuk Senja. Gw bahkan sudah membayangkan dia yang akan nganterin Senja ke TK pakai sepedanya Hil kelak. Dia lulusan SMA, bisa gw kasih instruksi macam-macam. Gw bisa membayangkan dia kelak dagang kecil-kecilan, mengingat dia getol banget kerja keras. Dan gw membayangkan, gw bakal ngasih ruang itu ke dia. Supaya hidupnya juga gak berhenti jadi pengasuh atau PRT.
Tapi ya sudah.
‘Semoga itu keputusan terbaik untuk semua, terutama untuk Mbak Ika dan Imelda. Terima kasih banyak.’
‘Iya buk. Saya minta maaf dan terima kasih atas kebaikan semua.’
Dan gw tetap galau. Seperti melihat orang melakukan kesalahan, sudah berupaya mencegah tapi gak bisa berbuat banyak. Karena itu hidup dia, bukan hidup gw.
Mudah-mudahan dia gak jadi korban KDRT lagi.
Gw lupa kapan itu dikatakan sama Mbak Ika. Mungkin 1-1,5 bulan sebelum dia akhirnya pulang ke Ponorogo, pada 22 Mei lalu. Dalam hati gw langsung setujui permintaan dia untuk pulang. Karena dia pulang untuk bercerai dari laki-laki yang adalah suaminya, yang adalah pelaku KDRT.
Dia gundah ketika saat-saatnya tiba mau pulang. Dia pernah cerita, setiap hari ngeliatin kalender di HP, setiap kali pula degdegan karena dia betulan akan pulang. Tentu dia kangen sama anaknya, Imelda (‘Adel’, kalo kata Senja), 3 tahun. Tapi dia takut ketemu sama suaminya. Dia bilang, kalo ada suaminya, dia selalu jadi perempuan penurut, gak berani ngelawan. Dia takut dia bakal berubah pikiran, menjadi tidak bercerai. Gw menguatkan dia. Gw bilang ke dia, gak ada gunanya bertahan dengan suami yang KDRT. Pesan moralnya, perempuan gak boleh mau jadi korban.
Dia sempat merasa bersalah karena pulang pas di rumah justru lagi ada acara ngumpul bareng. ‘Yah, saya jadinya gak bisa bantuin.’ Gapapa tenang saja, kata gw ke dia. Dalam hati, yang penting kamu bercerailah dengan suami laknatmu. Laki-laki yang memukul, menampar, menyeret tak lama setelah istrinya melahirkan, sungguh tak pantas dibela.
Dia juga sengaja agak menjauh sama Senja beberapa minggu sebelum pulang. Dia memilih menyerahkan Senja ke Ibu untuk tidur siang. Kalo ada apa-apa diserahin ke si Ibu. ‘Supaya Senja gak terlalu nyariin kalau saya pulang,’ kata dia. Ah betul. Alasan yang baik. Dia juga tipe pengasuh yang tidak mendominasi Senja. Dia tau, karena gw kerja Senin-Jumat, maka Sabtu-Minggu gw mau bareng Senja. Dia juga yang mengajarkan ke Senja,’Kan Ibun liburnya Sabtu-Minggu, jadi sekarang Senja gapapa sama Ibu Ika.’
Alasan lain yang membuat gw setuju rencana kepulangan dia adalah Imelda. Anaknya. Dia udah setahun lebih gak ketemu anaknya. Itu memang mestinya bukan urusan gw. Tapi anaknya seumuran Senja. Gw mengerti kira-kira gimana perasaan dia.
Jelang pulang, dia beberapa kali menyampaikan kegundahannya. Tapi di sisi lain, gw tau dia udah janji pulang sama anaknya. Janji sama anak kecil jangan sampai gak ditepati, gitu pikir gw. Jadi ya sudah. Rencana pulang jalan terus.
***
Ika sebetulnya bukan kandidat pertama ketika gw-Hil mencari pengasuh buat Senja. Alasan pemilihan Yayasan Zr Nunuk sebagai tempat mencari pun hanya satu: lokasinya dekat. Dengan begitu, kalau ada apa-apa, kalau harus antar-jemput, deket. Ika adalah pilihan kedua, setelah kandidat pertama jeprut dan gak terlihat meyakinkan.
Gw ingat, ketika itu gw yakin memilih Ika karena sorot matanya. Sungguh alasan yang aneh untuk keputusan memilih seorang nanny, pengasuh untuk Senja.
5 bulan di Pondok Bambu, dia membuktikan diri sebagai seseorang yang sangat rajin dan cepat belajar. Dia gak keberatan mengerjakan pekerjaan rumah tangga lain. Kata dia,’Saya digaji 30 ribu sehari sama Ibu, kalo gak ngapa-ngapain rasanya kok gimana gitu.’ Kalo gw yang digaji 30 ribu sehari, mungkin gw gak akan serajin dia. Pas bandrol aja. Tapi dia gak gitu. Dia berbagi kerjaan nyetrika sama si Ibu, nyapu kebon, masakin sarapan buat kita semua, dan lainnya. Karenanya dia juga ketiban kerjaan ajaib: nyatetin buku-DVD koleksi gw-Hil, juga obat-obatan nyokap. Tulisannya bagus, dia gampang memahami instruksi. Maklum, lulusan SMA. ‘Otak saya alhamdulillah gak bodoh-bodoh amat, Bu,’ kata dia suatu waktu.
***
Suatu malam gw dapat SMS. Dari Mbak Ika. Dia pingin curhat. Secara spesifik dia minta supaya gw gak bilang ke Hil.
Lantas gw ke dapur, kami berbincang di dapur luar, di depan kamarnya. Dia bercerita panjang lebar soal hidupnya. Soal bapaknya yang supir truk. Ibunya yang TKI di Malaysia, sempat jadi korban penganiayaan majikan di sana. Tentang majikan Ika sebelumnya di PIK yang kejam. Tentang anaknya. Tentang SMA-nya.
Juga tentang suaminya.
Mereka pacaran sejak lama, ketika masih SMA. ‘Dulu keluarga saya Alhamdulillah kecukupan, tapi usaha Bapak bangkrut.’ Cerita klise pengusaha kecil. Ika sempat terancam putus sekolah. Lantas datanglah tangan ajaib: keluarga si pacar. Mereka bersedia bayarin uang sekolah Ika. Lulus.
Lantas mereka menikah.
Langsung hamil. Kekerasan suaminya mulai terasa. Memukul. Menampar. ‘Kalo plak-plak tampar bolak balik aja sih biasa. Saya sampai ditampar, lalu diseret. Mbah saya pernah liat.’ Ketika itu juga gw bilang: ‘Kalo saya jadi Mbak, saya tinggalin saat itu juga.’
Tapi tentu saja gw bukan Ika, dan Ika bukan gw.
Dia memilih mempertahankan rumah tangganya. Kekerasan suami menjadi. Gak dikasih uang belanja, sementara anaknya sudah lahir. Anak lahir, malam-malam suami tak pernah di rumah. ‘Kalau ditelfon, di sebelahnya ada suara perempuan.’ Dia tetap bertahan. Dia berharap suaminya berubah. Gw bilang ke dia, kalau laki-laki pelaku KDRT biasanya manis kelakuannya setelah berlaku kasar. Dia setuju. Suaminya juga begitu.
Sampai akhirnya dia memilih untuk bekerja di Jakarta. Bergabung ke sebuah yayasan PRT, yang suplainya memang dari wilayah Ponorogo. Tapi untuk bergabung ke sana, dia harus mengisi formulir, lengkap dengan tandatangan suami. Luar biasa diskriminatifnya dunia pekerjaan; kenapa pula istri bekerja harus ada tandatangan persetujuan dari suami? Lalu dia meminta tandatangan suami. Suami menolak. Lantas Ika mengancam,’Kalo nggak, kita cerai.’ Suami akhirnya tandatangan, dengan kompensasi pernikahan mereka bertahan.
Ika tiba di Jakarta, Februari 2008.
***
Sepanjang gw dibesarkan di Pondok Bambu, maka gw hanya mengenal 1 PRT, yaitu si Ibu. Karenanya kehadiran Ika adalah suatu lompatan besar buat gw. Memasukkan orang baru ke rumah, memasrahkan Senja ke dia, mempercayakan seisi rumah gw kepada orang yang sama sekali asing.
Gw meniru nyokap gw ketika memperlakukan PRT. Gw berusaha memperlakukan dia adil, memperlakukan dia sebagai manusia. Karena gw ingin investasi rasa kepercayaan ke dia. Ketika masih sebulan bekerja di sini, setiap Jumat gw bikin pertemuan tripartit: gw-Hil-Mbak Ika. Gw menanyakan kesulitan dia bekerja, mencari masukan dari dia. Tujuannya supaya kita bisa menciptakan suasana kerja yang baik. Kalau suasananya baik, mudah-mudahan dia juga memperlakukan Senja dengan baik.
Ika jadi pengasuh yang top buat Senja. Dia mau repot, dia kreatif dalam ngajarin banyak hal, gambarnya bagus, walaupun nyanyinya fals, hehe. Hobi dia ber-HP sudah dibatasi dengan peraturan ketat: tidak boleh pegang HP selama pegang Senja. Rasanya itu satu-satunya aturan yang kita tetapkan ke dia. Nonton TV boleh aja, tapi Senja juga bukan tipe suka nonton TV. Main di kebon, tentu boleh, asal pakai lotion anti nyamuk. Senja emang gak main ke luar pagar, tapi itu lebih karena gw aja yang kuper gak kenal lingkungan sekitar.
Sabtu-Minggu, dia suka mati gaya. Senja maunya sama gw, sementara dia gak ada kerjaan. Sejak itu dia dapat tugas-tugas dadakan. Nyatetin buku, cuciin sepatu, bersihin kamar mandi, rapiin lemari dapur, bersihin lemari barang, dan sebagainya. Kalo gw-Hil-Senja keluar rumah di akhir pekan, maka dia punya sederet tugas untuk dilakukan. Dan dia melakukanannya dengan baik.
Dia juga sangat supel. Dibawa ke Bintaro, langsung bisa ngobrol akrab sama Mbak Wanti. Diajak ke Rawamangun, langsung bisa ngobrol sama Mbak di sana. Dibawa ke Kayu Manis, langsung ngebakso dan tukeran lagu di HP sama keponakannya Hil.
Dia sangat update dengan informasi. Dia sempat punya satu nomor khusus untuk internetan, ‘Buat Facebook-an.’ Gw kontan melongo. Dia juga tau rame-rame bintang jatuh waktu itu. Dia bahkan pernah bangun tengah malam untuk nungguin itu bintang jatuh. Gw kasih 2 buku karangan Tatah supaya dia punya perspektif baru ketika bertemu dengan Ikhsan, buku itu langsung dibalikin ke gw gak sampai seminggu kemudian. ‘Udah selesai dibaca. Saya jadi kagum sama Eyang Tatah. Saya kirain hidup saya paling sengsara… ’ Dia juga yang minta bahan bacaan ke gw soal pengasuhan anak. Dia yang menawarkan diri untuk baca buku panduan gw What To Expect. Untungnya buku yang gw punya emang versi terjemahannya, jadi dia bisa baca. Dan dia betulan baca itu buku.
Ketika SMI mundur dan foto di dalam lift itu muncul di Kompas, dia tau apa isunya. Saat si Ibu sekadar bertanya,’Ini kenapa Sri Mulyani?’, maka si Mbak Ika sudah bisa menyahut,’Kan gak jadi Menteri Keuangan lagi, pindah ke Bank Dunia.’ Kontan melongo lagi.
Penilaian itu tidak pupus meski dia gak balik lagi ke Pondok Bambu.
***
22 Mei 2010. Gw tanya ke Senja,’Senja mau dadah Ibu Ika di rumah atau nganterin ke tempat bis?’ Senja pilih yang kedua. Jadilah gw pesan taksi, demi mengantar Mbak Ika ke Terminal Rawamangun bareng Senja.
Itu kali pertama dia naik bis sendirian ke Ponorogo. Ketika datang ke Jakarta, dia bareng orang Yayasan, jadi tinggal ngikut aja. Dia sempat ragu, berani atau enggak pulang sendiri. Tapi ya gak ada pilihan lain toh.
Sebelum dia naik ke bus, gw beli lapis Surabaya yang dijual di Terminal. ‘Buat tambah-tambah suguhan di rumah.’
Gw dan Senja menghantar Mbak Ika pulang di Terminal Rawamangun.
***
‘Dace, dia gak bales SMS semalam.’
‘Dace, hari ini dia gak balas SMS lagi.’
Gw selalu lapor ke Hil tiap kali kirim SMS ke Mbak Ika. Dan seketika Hil langsung berupaya menenangkan gw. ‘Tenang aja Boncai, dia pasti balik,’ atau ‘Hush udah gak usah dipikirin. Tunggu aja sampai Minggu.’
Satu-satunya SMS yang dibalas adalah SMS yang gw kirim Senin malam. Dia bilang, lagi pijat karena badan sakit semua. Sehari sebelumnya, Minggu pagi, gw telfon dia, memastikan dia sampai di rumah dengan selamat. Suaranya bahagia. ‘Melda gendut banget!’ cerita dia soal anaknya.
Begitu tiba di Ponorogo, dia langsung beli nomor baru. Gw duga, itu demi menghindar ditelfon orang Yayasan. Dia ngasih tau gw nomor barunya. Sebelum dia pulang, gw juga tanya ke dia nomor HP bapaknya. Buat jaga-jaga.
Di hari Jumat, sehari sebelum tanggal dia seharusnya balik ke Jakarta, pagi-pagi gw kirim SMS ke dia. Gak ada balasan. Siangnya, gw bilang ke Hil,’I give you all the luxury to call her.’ Hil yang telfon. Ke nomor lama, gak diangkat. Ke nomor baru gak diangkat. Coba lagi, setelah lama baru diangkat. Di situ dia bilang ke Hil: ‘Gak boleh balik ke Jakarta sama bapaknya, ini masih terus dibujukin.’
Bapaknya? Kok gw gak yakin.
***
Seharian ini gw gundah gulana banget. Mungkin gw sinting, secara yang menghilang adalah seorang pengasuh.
Sejauh ini Senja belum nanyain Mbak Ika. Gw gatau mana yang lebih baik: nunggu Senja nanyain atau langsung bilang ke Senja. Tapi Senja tau persis Mbak Ika ke mana. Kalau ditanya ‘Mbak Ika ke mana?’ maka Senja menjawab,’Ke Ponorojo, ketemu Imelda.’ Sekarang Senja udah bisa bilang Imelda. Dulu, entah dapat ide dari mana, menyebutnya Adel.
Gw gatau mana yang lebih bikin gw galau: kehilangan pengasuh yang oke atau keputusan dia untuk bertahan dengan suaminya yang pelaku KDRT.
Kata dia di SMS,’Daripada pekerjaan, saya pilih keluarga.’
Itu tentu bukan keputusan yang salah. Tapi bertahan dengan suami yang KDRT?
Dia bolak balik minta maaf di SMS. ‘Saya tau ibuk pasti kecewa’, gitu dia tulis.
Somehow, gw berharap besar sekali sama dia. Gw yakin dia jadi pengasuh yang baik untuk Senja. Gw bahkan sudah membayangkan dia yang akan nganterin Senja ke TK pakai sepedanya Hil kelak. Dia lulusan SMA, bisa gw kasih instruksi macam-macam. Gw bisa membayangkan dia kelak dagang kecil-kecilan, mengingat dia getol banget kerja keras. Dan gw membayangkan, gw bakal ngasih ruang itu ke dia. Supaya hidupnya juga gak berhenti jadi pengasuh atau PRT.
Tapi ya sudah.
‘Semoga itu keputusan terbaik untuk semua, terutama untuk Mbak Ika dan Imelda. Terima kasih banyak.’
‘Iya buk. Saya minta maaf dan terima kasih atas kebaikan semua.’
Dan gw tetap galau. Seperti melihat orang melakukan kesalahan, sudah berupaya mencegah tapi gak bisa berbuat banyak. Karena itu hidup dia, bukan hidup gw.
Mudah-mudahan dia gak jadi korban KDRT lagi.
Insiden Gedobrak
Harusnya malam ini jadi malam pertama Senja tidur di tempat tidur sendiri.
Jelang jam tidur, Senja udah menguatkan diri sendiri untuk tidur di kamarnya. Plus di tempat tidurnya sendiri. Tapi sempat keder. Lantas dia pindahkan semua 'teman-temannya' (Dori dkk) ke tempat tidur gw, juga bantal-guling bersarungkan gambar mobil. Hijrah semua. Tapi kemudian dia pingin tidur di kamar sendiri, tentu berkat penyemangat dari gw.
Jadilah Senja tidur di tempat tidur sendiri.
Dan gw, disuruh duduk di bawah. Iya, di lantai. Kwwwuuraang ajwaaarr.. Abis itu gw disuruh kipasin, nyanyi nina bobo, nyanyi Thomas, sampai akhirnya dia nyerah dan dia minta dikelonin dan dipeluk. Ya udah gw naik ke tempat tidur.
Agak cemas juga, ini tempat tidur kuat gak ya? Hehehe.
Jadilah kita berdua di tempat tidur. Senja minta dikipasin, hayooo.. Minta dinyanyiin, hayooo.. Lalu gw sengaja diem-diem aja, kayaknya Senja udah ngantuk.
Pas lagi sepoy-sepoy aduhay gitu...
Gedobrak!
Tempat tidurnya robooooh! Hoalaaaahhhh biyoooooo...
Hil yang lagi cuci piring langsung ngibrit ke kamar. Gw kaget juga dong tiba-tiba tempat tidur roboh dan kasur nyungsep gitu. Lah wong mata udah nyaris terpejam hahaha. Senja apalagi. Dia langsung nangis kejeerrrrrrr banget karena kaget bukan kepalang.
Selidik punya selidik, tempat tidurnya ternyata jeprut. Ini tipe tempat tidur kayu yang ada pasaknya, trus diselipin di lubang, lalu diperkuat dengan mur giu lhoh. Nah ternyata ada salah satu sisi yang gak ada pasaknya. No wonder gw tadi siang berasa aneh kok pinggiran tempat tidur kayak gak 'ngegigit' gitu. Ternyataaaaa...
Senja masih harus ditenangin agak lama sebelum akhirnya bener-bener tenang. Tadinya mau langsung gw ajak tidur di sebelah, tapi rupanya dia gak mau. Dia maunya nunggu Hil ngeliatin tempat tidur itu supaya ketauan apa yang salah. Dia malah ngusul ke Hil,'Dipukul-pukul aja pakai palu, daaakkk.. gitu..' (Kebetulan siangnya Hil emang abis pake palu untuk masang kipas angin di kamar Senja, jadi inget deh si Senja).
Pas udah ketauan apa masalah tu tempat tidur, kita langsung bilang ke Senja kalau malam ini tidurnya di tempat tidur gw lagi. Besok kita akan minta ganti tempat tidur yang baru sama tokonya.
Pas gw dan Senja baru menjatuhkan badan di tempat tidur gw, Senja langsung nanya,'Kalo ini, gak gedobrak?'
Kekekekeke... enggak sayangkuuuuu.... Yok tidur yok!
Jelang jam tidur, Senja udah menguatkan diri sendiri untuk tidur di kamarnya. Plus di tempat tidurnya sendiri. Tapi sempat keder. Lantas dia pindahkan semua 'teman-temannya' (Dori dkk) ke tempat tidur gw, juga bantal-guling bersarungkan gambar mobil. Hijrah semua. Tapi kemudian dia pingin tidur di kamar sendiri, tentu berkat penyemangat dari gw.
Jadilah Senja tidur di tempat tidur sendiri.
Dan gw, disuruh duduk di bawah. Iya, di lantai. Kwwwuuraang ajwaaarr.. Abis itu gw disuruh kipasin, nyanyi nina bobo, nyanyi Thomas, sampai akhirnya dia nyerah dan dia minta dikelonin dan dipeluk. Ya udah gw naik ke tempat tidur.
Agak cemas juga, ini tempat tidur kuat gak ya? Hehehe.
Jadilah kita berdua di tempat tidur. Senja minta dikipasin, hayooo.. Minta dinyanyiin, hayooo.. Lalu gw sengaja diem-diem aja, kayaknya Senja udah ngantuk.
Pas lagi sepoy-sepoy aduhay gitu...
Gedobrak!
Tempat tidurnya robooooh! Hoalaaaahhhh biyoooooo...
Hil yang lagi cuci piring langsung ngibrit ke kamar. Gw kaget juga dong tiba-tiba tempat tidur roboh dan kasur nyungsep gitu. Lah wong mata udah nyaris terpejam hahaha. Senja apalagi. Dia langsung nangis kejeerrrrrrr banget karena kaget bukan kepalang.
Selidik punya selidik, tempat tidurnya ternyata jeprut. Ini tipe tempat tidur kayu yang ada pasaknya, trus diselipin di lubang, lalu diperkuat dengan mur giu lhoh. Nah ternyata ada salah satu sisi yang gak ada pasaknya. No wonder gw tadi siang berasa aneh kok pinggiran tempat tidur kayak gak 'ngegigit' gitu. Ternyataaaaa...
Senja masih harus ditenangin agak lama sebelum akhirnya bener-bener tenang. Tadinya mau langsung gw ajak tidur di sebelah, tapi rupanya dia gak mau. Dia maunya nunggu Hil ngeliatin tempat tidur itu supaya ketauan apa yang salah. Dia malah ngusul ke Hil,'Dipukul-pukul aja pakai palu, daaakkk.. gitu..' (Kebetulan siangnya Hil emang abis pake palu untuk masang kipas angin di kamar Senja, jadi inget deh si Senja).
Pas udah ketauan apa masalah tu tempat tidur, kita langsung bilang ke Senja kalau malam ini tidurnya di tempat tidur gw lagi. Besok kita akan minta ganti tempat tidur yang baru sama tokonya.
Pas gw dan Senja baru menjatuhkan badan di tempat tidur gw, Senja langsung nanya,'Kalo ini, gak gedobrak?'
Kekekekeke... enggak sayangkuuuuu.... Yok tidur yok!
Hari Besar
Hari ini hari penting buat Senja.
Dari beberapa sebelumnya, gw udah bolak balik bilang ke Senja kalau kita akan beli tempat tidur buat Senja. Senja juga udah semangat. Sebelumnya, nyokap juga udah pernah tanya soal ini ke Senja. Dan Senja dengan mantap bilang kalau dia gak takut tidur sendiri. Dahsyat toh. Kedahsyatan begitu jangan ditunda-tunda. Makanya disegerakanlah beli tempat tidur buat Senja.
Pagi-pagi kami pergi bertiga pakai motor. Berbulan-bulan sebelumnya, Hil udah pernah survey harga tempat tidur. Jadi sekarang tinggal eksekusi saja. Jam 9 lewat, udah nyampe di tokonya, langsung tentuin tempat tidur mana yang dipilih. Tempat tidur kayu yang sederhana saja, bukan yang aneh-aneh. Kasurnya spring bed biar tahan lama. Sip, bayar, diantar sekitar pk 11.
Begitu itu tempat tidur dipasang lengkap dengan kasurnya, gw langsung bergerak ngasih seprei. Wuiiihh.. matanya Senja itu lhooo.. berbinar beneerrrrr ngeliat tempat tidur sendiri, lengkap dengan seprei motif mobil berderet-deret. Sweneeenggg bener!
Siang itu juga langsung kita jajal untuk tidur siang. Gw masih ngelonin lah yaw, belum langsung ninggal sendirian. Begitu Senja tidur, gw kabur. Mayaaann.. aman selama 2 jam tidur. Manstaf!
Itu kehebatan pertama.
Kehebatan kedua adalah hari ini menjadi kali pertama Senja keluar rumah tanpa pampers. Emang sih cuma dekat, cuma makan ke Giant Rawamangun. Sebelum berangkat, SEnja diajak pipis. Senja juga udah setuju untuk pergi tanpa pampers dan berjanji akan ngasih tau kalau mau pipis. Manstaaffffffff… Begitu kelar makan, Senja juga langsung pipis lagi, biar aman. Dan suksessss sampai di rumah lagi tanpa insiden ngompol!
Senja emang maknyooosssss…
Dari beberapa sebelumnya, gw udah bolak balik bilang ke Senja kalau kita akan beli tempat tidur buat Senja. Senja juga udah semangat. Sebelumnya, nyokap juga udah pernah tanya soal ini ke Senja. Dan Senja dengan mantap bilang kalau dia gak takut tidur sendiri. Dahsyat toh. Kedahsyatan begitu jangan ditunda-tunda. Makanya disegerakanlah beli tempat tidur buat Senja.
Pagi-pagi kami pergi bertiga pakai motor. Berbulan-bulan sebelumnya, Hil udah pernah survey harga tempat tidur. Jadi sekarang tinggal eksekusi saja. Jam 9 lewat, udah nyampe di tokonya, langsung tentuin tempat tidur mana yang dipilih. Tempat tidur kayu yang sederhana saja, bukan yang aneh-aneh. Kasurnya spring bed biar tahan lama. Sip, bayar, diantar sekitar pk 11.
Begitu itu tempat tidur dipasang lengkap dengan kasurnya, gw langsung bergerak ngasih seprei. Wuiiihh.. matanya Senja itu lhooo.. berbinar beneerrrrr ngeliat tempat tidur sendiri, lengkap dengan seprei motif mobil berderet-deret. Sweneeenggg bener!
Siang itu juga langsung kita jajal untuk tidur siang. Gw masih ngelonin lah yaw, belum langsung ninggal sendirian. Begitu Senja tidur, gw kabur. Mayaaann.. aman selama 2 jam tidur. Manstaf!
Itu kehebatan pertama.
Kehebatan kedua adalah hari ini menjadi kali pertama Senja keluar rumah tanpa pampers. Emang sih cuma dekat, cuma makan ke Giant Rawamangun. Sebelum berangkat, SEnja diajak pipis. Senja juga udah setuju untuk pergi tanpa pampers dan berjanji akan ngasih tau kalau mau pipis. Manstaaffffffff… Begitu kelar makan, Senja juga langsung pipis lagi, biar aman. Dan suksessss sampai di rumah lagi tanpa insiden ngompol!
Senja emang maknyooosssss…
Saturday, May 29, 2010
Hari Pwaaanjaaangggg
Hari ini sumpaaahh capeeknya pooolll..
Agenda pertama: berenang di pagi hari. Kita udah keluar rumah dari jam 10. Sengaja disiang-siangin tuh, padahal udah siap dari pagi. Ngotot berenang, karena udah kepingin nyobain ban berenang kado dari Mirana sejak ultah Senja yang pertama. Berhubung akhirnya dipompa, jadi kan pingin dijajal. Jadilah kita ke Tirta Mas di Kayu Putih untuk berenang.
Tentunyaaaa... Senja bahagia dong berenang-renang dengan ban baru. Ini jadi pengalaman pertama pakai alat bantu ini. Sebelumnya kan dia digendong gitu kalo di kolam dalam supaya gak tenggelam. Kalo ini kan dia bisa kecipak-kecipuk sendiri. Itung-itung memperkuat otot kaki lah. Kita jadinya emang lebih banyak di kolam besar. Senja-nya enak karena air lebih hangat plus bisa berlatih mengayuh, gw dan Hil pun enak karena bisa berenang. Eits, tepatnya gw berenang dan Hil belajar berenang, hehehe.
Abis itu seperti sudah direncanakan gw dan Hil, kami pingin nonton Robin Hood. Makanya sengaja diatur supaya berenang pagi, siangnya kita bisa nonton dan Senja ya tidur aja di bioskop. Gak mempaaaaannn.. Ternyata Senja masih trauma dengan pengalaman nonton dengan layar geeedaaaaa di Keong Emas. Jadilah dia gak mau mendengar kata 'bioskop' dan malah nangis pas sekadar orientasi loket beli tiket di Blitz Megaplex MoI. Yaaahhh... sedih doongss..
Tadinya kita mau cuek aja, nekat ah. Toh ntar juga Senja tidur. Tapi kan kasian ngeliat Senja nangis dan panik gitu karena dibawa ke bioskop. Dwooohh.. ternyata gw dulu salah strategi tuh ya ngebawa Senja ke Keong Emas. Padahal kalo mengingat Senja semangat dan pede banget pas masuk ke Keong Emas, jadi sediiihhhh karena Senja sekarang malah jadi parno. Kalo ditanya kenapa takut bioskop, dia bilang gini,'Karena layarnya gede. Senja takut.' Duuuhhh kan kasiaaannn..
Jadilah karena gagal nonton, mesti cari tempat bernaung. Makan, udah, di mobil tadi abis berenang. Nah trus ngapain dong? Jadilah gw nyemil bakso (duile cemilannya) di Es Teler 77. Hil duduk santai aja di sofa, mangku Senja daaaannn bener aja gak lama Senja bobo. Jadilah gw yang mati gaya, karena Hil juga ikut bobo, sementara semangkok bakso dah tandas. Masa gw jajan lagi? Duuuuhh..
Sejam kemudian, Senja bangun. Gw jalan-jalan dulu deh sama Senja. Tadinya mau naik kereta yang keliling MoI itu. Udah kepingin jajal sejak pertama kali ke MoI (tsah, ini juga baru kali kedua ngkaliiii...). Tapi begitu tau kalo harga tiket itu Rp 25 ribu per orang, ogah deh. Lupakan saja yaaaaa naik kereta kayak gini 25 ribu. Mendingan naik KRL ekonomi AC daahh..
Jadilah gw ajak Senja jalan-jalan ke pet shop aja. Hehe, hiburan murah meriah, karena sekadar window shopping doangs dong, ngeliatin hamster dan anjing. Demi membunuh waktu, kita makan, mampir FO beli kado buat anaknya Sofyan, lalu cabut deh.
Perjalanan jauh: ke rumah Galih-Didi-Raya di Cibubur.. dari Kelapa Gading getoooh...
Sampe di rumah Galih, kebeneraaann Senja ditawarin mandi. Dan hebatnya, Senja langsung mau! Wuih, padahal gw dah siap Senja keder ngeliat patung harimau di ruang tamunya. Eh ternyata Senja langsung mau lho. Tanpa perlawanan apa pun, dia mau diajak ke kamar mandi yang sebetulnya asing buat dia, mandi, lalu ya ritual ganti baju seperti biasa. Hebaatttt...
Dari situ perjalanan bergeser lagi ke rumahnya Sofyan-Lia, di mana itu ya entah lupa, heheh. Kita ke sana untuk nengokin anaknya Sofyan-Lia yang baru lahir. Dooohh maafkan aku, tapi gw sungguh lupaaaa namanya itu bayi... huhuhuhu.. Tapi teteupp.. selamat looohhh..
Pas di rumah Sofyan, waaahh.. Senja berusaha keras berbaik hati sama Raya, anaknya Galih-Didi. Pas dalam perjalanan aja, Senja sibuuuukkk banget nanyain Raya: Raya ikut kan? Raya udah makan? Raya lagi ngapain? Raya main apa? Siiibuuukk daaahhh.. Dan begitu sampai di rumah Sofyan, juga sibuk pingin ngajakin main. Duh jadi terharu..
Ada aja lah yang diajak. Dari liat kucin, sampai cari bintang di langit.. Lucunya, Raya mengira lampu di tower yang biar gak ditabrak pesawat itu sebagai bintang, hihihi. Trus lucunya lagi, pas Senja ngajakin Raya ngeliat bintang, Raya bilang,'Nggak ah, capek.' Daaaaeelaaaahhh... kekekekekeek..
Nah trus di deket rumah Sofyan kan ada pohon kelapa. Gw tunjuk dan bilang ke Senja kalau itu pohon kelapa, lalu ada buahnya di atas sana. 'Ati-ati kalau kejatuhan nanti sakit.' Jadilah setelah itu gw disuruh minggir terus gak boleh deket-deket sama pohon kelapa karena,'Nanti roboh.' HUhauhauhahaua... aduh Senjaaaa...
Karena kita udah berada di luar rumah dari jam 10 pagi, maka jam 19-an gitu Senja udah keok. Udah pingin bobo. Bolakbalik ngajak pulang, jadinya gw ajak ke mobil aja. Nyalain AC, biar Senja bisa tidur. Eh tetep aja dong gak mau bobo. Tapi karena badan udah capek, dia gak mau diajak Hil untuk foto bareng si bayi. Duuuhh kasian deh Hil. Padahal dia pasti pingin nambah koleksi foto bareng geng-nya plus bayi-bayi. Dulu kan udah pernah foto sesi Hil pegang Senja lalu dirubung yang lain, lalu Hil pegang Senja dan Galih gendong Raya. Naaahhh pastinya pingin ditambah lagi koleksi fotonya dengan Sofyan gendong bayinya.. Sayangnya Senja ngotot gak mau. Ya udah deehh..
Di mobil, perjalanan pulang, bobo deeehh... capeeekkk...
Agenda pertama: berenang di pagi hari. Kita udah keluar rumah dari jam 10. Sengaja disiang-siangin tuh, padahal udah siap dari pagi. Ngotot berenang, karena udah kepingin nyobain ban berenang kado dari Mirana sejak ultah Senja yang pertama. Berhubung akhirnya dipompa, jadi kan pingin dijajal. Jadilah kita ke Tirta Mas di Kayu Putih untuk berenang.
Tentunyaaaa... Senja bahagia dong berenang-renang dengan ban baru. Ini jadi pengalaman pertama pakai alat bantu ini. Sebelumnya kan dia digendong gitu kalo di kolam dalam supaya gak tenggelam. Kalo ini kan dia bisa kecipak-kecipuk sendiri. Itung-itung memperkuat otot kaki lah. Kita jadinya emang lebih banyak di kolam besar. Senja-nya enak karena air lebih hangat plus bisa berlatih mengayuh, gw dan Hil pun enak karena bisa berenang. Eits, tepatnya gw berenang dan Hil belajar berenang, hehehe.
Abis itu seperti sudah direncanakan gw dan Hil, kami pingin nonton Robin Hood. Makanya sengaja diatur supaya berenang pagi, siangnya kita bisa nonton dan Senja ya tidur aja di bioskop. Gak mempaaaaannn.. Ternyata Senja masih trauma dengan pengalaman nonton dengan layar geeedaaaaa di Keong Emas. Jadilah dia gak mau mendengar kata 'bioskop' dan malah nangis pas sekadar orientasi loket beli tiket di Blitz Megaplex MoI. Yaaahhh... sedih doongss..
Tadinya kita mau cuek aja, nekat ah. Toh ntar juga Senja tidur. Tapi kan kasian ngeliat Senja nangis dan panik gitu karena dibawa ke bioskop. Dwooohh.. ternyata gw dulu salah strategi tuh ya ngebawa Senja ke Keong Emas. Padahal kalo mengingat Senja semangat dan pede banget pas masuk ke Keong Emas, jadi sediiihhhh karena Senja sekarang malah jadi parno. Kalo ditanya kenapa takut bioskop, dia bilang gini,'Karena layarnya gede. Senja takut.' Duuuhhh kan kasiaaannn..
Jadilah karena gagal nonton, mesti cari tempat bernaung. Makan, udah, di mobil tadi abis berenang. Nah trus ngapain dong? Jadilah gw nyemil bakso (duile cemilannya) di Es Teler 77. Hil duduk santai aja di sofa, mangku Senja daaaannn bener aja gak lama Senja bobo. Jadilah gw yang mati gaya, karena Hil juga ikut bobo, sementara semangkok bakso dah tandas. Masa gw jajan lagi? Duuuuhh..
Sejam kemudian, Senja bangun. Gw jalan-jalan dulu deh sama Senja. Tadinya mau naik kereta yang keliling MoI itu. Udah kepingin jajal sejak pertama kali ke MoI (tsah, ini juga baru kali kedua ngkaliiii...). Tapi begitu tau kalo harga tiket itu Rp 25 ribu per orang, ogah deh. Lupakan saja yaaaaa naik kereta kayak gini 25 ribu. Mendingan naik KRL ekonomi AC daahh..
Jadilah gw ajak Senja jalan-jalan ke pet shop aja. Hehe, hiburan murah meriah, karena sekadar window shopping doangs dong, ngeliatin hamster dan anjing. Demi membunuh waktu, kita makan, mampir FO beli kado buat anaknya Sofyan, lalu cabut deh.
Perjalanan jauh: ke rumah Galih-Didi-Raya di Cibubur.. dari Kelapa Gading getoooh...
Sampe di rumah Galih, kebeneraaann Senja ditawarin mandi. Dan hebatnya, Senja langsung mau! Wuih, padahal gw dah siap Senja keder ngeliat patung harimau di ruang tamunya. Eh ternyata Senja langsung mau lho. Tanpa perlawanan apa pun, dia mau diajak ke kamar mandi yang sebetulnya asing buat dia, mandi, lalu ya ritual ganti baju seperti biasa. Hebaatttt...
Dari situ perjalanan bergeser lagi ke rumahnya Sofyan-Lia, di mana itu ya entah lupa, heheh. Kita ke sana untuk nengokin anaknya Sofyan-Lia yang baru lahir. Dooohh maafkan aku, tapi gw sungguh lupaaaa namanya itu bayi... huhuhuhu.. Tapi teteupp.. selamat looohhh..
Pas di rumah Sofyan, waaahh.. Senja berusaha keras berbaik hati sama Raya, anaknya Galih-Didi. Pas dalam perjalanan aja, Senja sibuuuukkk banget nanyain Raya: Raya ikut kan? Raya udah makan? Raya lagi ngapain? Raya main apa? Siiibuuukk daaahhh.. Dan begitu sampai di rumah Sofyan, juga sibuk pingin ngajakin main. Duh jadi terharu..
Ada aja lah yang diajak. Dari liat kucin, sampai cari bintang di langit.. Lucunya, Raya mengira lampu di tower yang biar gak ditabrak pesawat itu sebagai bintang, hihihi. Trus lucunya lagi, pas Senja ngajakin Raya ngeliat bintang, Raya bilang,'Nggak ah, capek.' Daaaaeelaaaahhh... kekekekekeek..
Nah trus di deket rumah Sofyan kan ada pohon kelapa. Gw tunjuk dan bilang ke Senja kalau itu pohon kelapa, lalu ada buahnya di atas sana. 'Ati-ati kalau kejatuhan nanti sakit.' Jadilah setelah itu gw disuruh minggir terus gak boleh deket-deket sama pohon kelapa karena,'Nanti roboh.' HUhauhauhahaua... aduh Senjaaaa...
Karena kita udah berada di luar rumah dari jam 10 pagi, maka jam 19-an gitu Senja udah keok. Udah pingin bobo. Bolakbalik ngajak pulang, jadinya gw ajak ke mobil aja. Nyalain AC, biar Senja bisa tidur. Eh tetep aja dong gak mau bobo. Tapi karena badan udah capek, dia gak mau diajak Hil untuk foto bareng si bayi. Duuuhh kasian deh Hil. Padahal dia pasti pingin nambah koleksi foto bareng geng-nya plus bayi-bayi. Dulu kan udah pernah foto sesi Hil pegang Senja lalu dirubung yang lain, lalu Hil pegang Senja dan Galih gendong Raya. Naaahhh pastinya pingin ditambah lagi koleksi fotonya dengan Sofyan gendong bayinya.. Sayangnya Senja ngotot gak mau. Ya udah deehh..
Di mobil, perjalanan pulang, bobo deeehh... capeeekkk...
Friday, May 28, 2010
Persiapan Tempat Tidur
Sejak baca buku-buku What To Expect, gw sudah meniatkan bakal ngasih Senja tempat tidur sendiri sebelum di umur 3 tahun. Katanya kalo makin ditunda, makin susah tidur sendiri. Ya udah, better late than never.
Jadilah gw mulai giat bilang ke Senja kalau kita akan beli tempat tidur buat Senja. Sukses, Senja gembira menyambut rencana itu.
Persiapan tentu harus dilakukan. Kebetulan, udah sejak lebih setengah tahun lalu gw beli seprei sama temen ketemu di milis MPASI-rumahan, yaitu Lina. Gw beli seprei motif deretan mobil dan seprei motif Sesame Street. Senja pilih yang motif mobil dengan mata sangat berbinaarrrrr…
Sebagai bagian dari persiapan juga, maka bantal dan guling di tempat tidur gw diganti dengan sarung bantal-guling yang motif mobil. Walah, begitu diganti, dia langsung order matiin lampu karena ‘Senja mau tidur’, langsung balik badan trus pura-pura ngorok! Hauhauhauhuahua…
Tapi abis itu gak lama dia minta dinyalain lagi lampunya karena belum puas memandang-mandangi motifnya. Langsung deh abis itu sibuk ngabsen setiap mobil yang terlihat di sarung bantal dan guling.
Begitu gw cerita soal seprei, waahh dia langsung minta seprei dipasang. Waduh. Jadilah itu seprei motif mobil digelar aja di atas seprei gw, dan langsung Senja menata bantal gulingnya baik-baik dan pasang badan siap tidur. Ihhhh hebriinggg…
Kayaknya udah makin siap niy pake tempat tidur sendiri, yippie!
Jadilah gw mulai giat bilang ke Senja kalau kita akan beli tempat tidur buat Senja. Sukses, Senja gembira menyambut rencana itu.
Persiapan tentu harus dilakukan. Kebetulan, udah sejak lebih setengah tahun lalu gw beli seprei sama temen ketemu di milis MPASI-rumahan, yaitu Lina. Gw beli seprei motif deretan mobil dan seprei motif Sesame Street. Senja pilih yang motif mobil dengan mata sangat berbinaarrrrr…
Sebagai bagian dari persiapan juga, maka bantal dan guling di tempat tidur gw diganti dengan sarung bantal-guling yang motif mobil. Walah, begitu diganti, dia langsung order matiin lampu karena ‘Senja mau tidur’, langsung balik badan trus pura-pura ngorok! Hauhauhauhuahua…
Tapi abis itu gak lama dia minta dinyalain lagi lampunya karena belum puas memandang-mandangi motifnya. Langsung deh abis itu sibuk ngabsen setiap mobil yang terlihat di sarung bantal dan guling.
Begitu gw cerita soal seprei, waahh dia langsung minta seprei dipasang. Waduh. Jadilah itu seprei motif mobil digelar aja di atas seprei gw, dan langsung Senja menata bantal gulingnya baik-baik dan pasang badan siap tidur. Ihhhh hebriinggg…
Kayaknya udah makin siap niy pake tempat tidur sendiri, yippie!
Tuesday, May 25, 2010
TK Ibun
Sudah dua malam ini gw bikin TK Ibun setiap kali abis pulang kantor. Biasaaa… aktivitas tenang sebelum tidur.
Ini ide entah dari mana siy datangnya, tapi memanfaatkan ‘teman-teman Senja’ aja: Dori, Nemo, Lebah, Elliot dan Rebi. Itu teman-teman dijajarin di tembok, Senja juga duduk bersandar di tembok bareng mereka. Guling Barney ditutupin kain bedong, ceritanya itu jadi meja. Jadilah kita belajar di TK Ibun, hore!
Gw menyebut diri gw sendiri ‘Ibu Guru Ibun’. Tapi entah Senja dapet wangsit dari mana, dia sesekali manggil gw ‘Bapak Guru Ibun’. Iiih pinter, padahal gw gak memperkenalkan frase ‘bapak guru’ lho!
Di malam pertama, kami bernyanyi bersama saja. Nyanyi segala macam. Naik becak, naik kereta api, ambilkan bulan Bun, aku seorang kapiten sampai kalau kau suka hati injak bumi.
Di malam kedua, gw ngajarin dia bikin angka 2 pakai jari. Kalau angka 1 kan dia udah bisa, begitu juga kalo ngacungin jempol tanda hebat. Jadi sekarang skillnya harus bertambah dengan bikin angka 2. Lancaarrrrrr… Senja langsung bisa. Mansteeuufff..
Besok malam ngajarin apa yaaaa…
Ini ide entah dari mana siy datangnya, tapi memanfaatkan ‘teman-teman Senja’ aja: Dori, Nemo, Lebah, Elliot dan Rebi. Itu teman-teman dijajarin di tembok, Senja juga duduk bersandar di tembok bareng mereka. Guling Barney ditutupin kain bedong, ceritanya itu jadi meja. Jadilah kita belajar di TK Ibun, hore!
Gw menyebut diri gw sendiri ‘Ibu Guru Ibun’. Tapi entah Senja dapet wangsit dari mana, dia sesekali manggil gw ‘Bapak Guru Ibun’. Iiih pinter, padahal gw gak memperkenalkan frase ‘bapak guru’ lho!
Di malam pertama, kami bernyanyi bersama saja. Nyanyi segala macam. Naik becak, naik kereta api, ambilkan bulan Bun, aku seorang kapiten sampai kalau kau suka hati injak bumi.
Di malam kedua, gw ngajarin dia bikin angka 2 pakai jari. Kalau angka 1 kan dia udah bisa, begitu juga kalo ngacungin jempol tanda hebat. Jadi sekarang skillnya harus bertambah dengan bikin angka 2. Lancaarrrrrr… Senja langsung bisa. Mansteeuufff..
Besok malam ngajarin apa yaaaa…
Niruin Pelangi
Setelah pertemuan terakhir dengan Pelangi di Pondok Bambu, Senja suka sengaja-sengaja niruin Pelangi.
Tadi pagi dia bangunin Hil khusus untuk menirukan Pelangi di depan Hil.
Dia colek Hil, lalu bilang,'Da, Pelangi bilangnya begini: Emblo.' Abis itu ketawa-ketawa sendiri seraya melanjutkan,'Kalo Senja bilangnya, Elmo.' Anak pinteerrrrr...
Abis itu niruin lagi,'Pelangi bilangnya minyum. Senja minum.' Trus ketawa-ketawa lagi.
Duh gembiranya liat Senja bahagia kayak gitu... Sehat terus dan tambah pinter ya Nak.
Tadi pagi dia bangunin Hil khusus untuk menirukan Pelangi di depan Hil.
Dia colek Hil, lalu bilang,'Da, Pelangi bilangnya begini: Emblo.' Abis itu ketawa-ketawa sendiri seraya melanjutkan,'Kalo Senja bilangnya, Elmo.' Anak pinteerrrrr...
Abis itu niruin lagi,'Pelangi bilangnya minyum. Senja minum.' Trus ketawa-ketawa lagi.
Duh gembiranya liat Senja bahagia kayak gitu... Sehat terus dan tambah pinter ya Nak.
Ibun Senyum
Senja makin pinter mengenali emosi orang, juga beraksi terhadap emosi itu.
Kayak tadi sebelum tidur. Dia gemes, trus menggrawus gw. Hiyah, mana kukunya belum gw potong, jadilah sakit dong. Gw pasang tampang lempeng, lalu bilang,'Senja tidak boleh kruwes, kan Ibun sudah bilang.'
Ealah, dia langsung bilang,'Maaf.. maaf..' haiyaaaa tau aja sih dia.
Abis itu gw masih sok lempeng dong. Gw elus kepala Senja, tapi sok cool.
Abis itu Senja bilang,'Ibun senyum.'
Haaaaaaa melongo gw. Adududududhh pinter bener ini Senja!
Kayak tadi sebelum tidur. Dia gemes, trus menggrawus gw. Hiyah, mana kukunya belum gw potong, jadilah sakit dong. Gw pasang tampang lempeng, lalu bilang,'Senja tidak boleh kruwes, kan Ibun sudah bilang.'
Ealah, dia langsung bilang,'Maaf.. maaf..' haiyaaaa tau aja sih dia.
Abis itu gw masih sok lempeng dong. Gw elus kepala Senja, tapi sok cool.
Abis itu Senja bilang,'Ibun senyum.'
Haaaaaaa melongo gw. Adududududhh pinter bener ini Senja!
Sunday, May 23, 2010
Pelangi Senja di Ultah Uti
Hari ini hari istimewa dong, karena Pelangi akan ke Pondok Bambu. Terakhir Pelangi ke sini tuh ya tahun lalu, hahaha... lama banget yak. Pelangi kalo diajakin ke Pondok Bambu pasti gak mau. Alesannya,'Banyak nyamuk.' Haiyah.
Tapi karena sekarang ultah Uti-nya, gak ada alesan doongsss... mari yuk ke sini!
Pelangi datang sekitar pukul 11, lengkap dengan kakak gw dan Mas Yud. Mas Yud langsung ada urusan kerjaan sama Hil, sementara Pelangi langsung nyari Senja. Gile deh, selama itu dua krucil bareng, perasaan gak abis-abis yang mereka kerjain. Gw berasa udah lemah lunglai, eh ternyata baru jam 14... walahhh... gak abis-abissss...
Ini serangkaian kerjaan mereka di Pondok Bambu:
- Nyampe, Senja pamer adegan merayap ke Senja. Merayap di tembok gitu deeehh..
- Pindah ke kamar, Senja kasih liat mainan bongkar-bongkar kereta api pakai obeng.
- Pelangi dikasih liat stiker Cars yang ditempelin Senja di tempat tidur. Lalu mereka bongkar mainan yang ada di sebelah tempat tidur.
- Nonton Thomas di VCD. Sempet ganti jadi Bob The Builder, tapi Pelangi gak suka.
- Datanglah Rifa beserta Abus dan Tante Rita. Jarang-jarang tuh mereka bisa menyaksikan atraksi Pelangi-Senja, jadi passs deh. Tante Rita sempet berusaha mengajarkan Pelangi bikin origami burung, tapi trus ditinggal kabur.
- Pindah ke sebelah, main di teras. Eh tapi kok ujan, pindaaahhh lagi dalaam...
- Main apa ya di dalam? Hmm, oke Dace, mari keluarkan tenda-tendaan Senja. Main dah tuh krucil dua + Rifa (Rifa krucil juga bukan ya? hihihihi). Seruuuuuu bener, sampai jejeritan di dalam tenda, apalagi pas gw dan Hil pura-pura jadi harimau di luar tenda... gile deeehhh...
- Capek main di tenda (gw-nya gitu yang capek), pindah bongkar box mainan Senja. Segala macem dikeluarin: mainan pukul-pukulan, jahit huruf, dan segala macam lainnya. Sampe Tante Rita dan Abus ya ikut mainin, hihihihi.
- Bosen, Pelangi ngajakin gambar. Gw mau keluarin buku gambar, eh Pelangi ngotot bilang,'Gambarnya di sebelah aja, ayo Senja!' sambil narikin Senja. Hoalaahh.. Nah kok ngapain mau gambar di sebelah. Oalaahh ternyata Pelangi mau gambar di pintu kayak Senja! Huahuahuahua... biyooo... jadilah tembok dan pintu gw makin acakadut dijadiin kertas gambar sama dua balita. Yang tertib pake buku gambar ya si Rifa, hihihi, maklum, biarkata masih SD kan udah tante, jadinya tertib, hihihihi.
- Abis itu tukang susu Nasional lewat, beliiiii... abis itu rencananya mau aktivitas tenang di tempat tidur, gagal.
- Ayo deh kita melukis yoook... Pelangi gembira ria. Tekuunnn banget ngelukis. Kertas gambar sampai kaki dilukis semua. Sambil ngelukis tubuh, Pelangi bilang,'Gapapa kok, kan nanti dicuci.' hihihi bener juga..
- Haduuuu kasian Senja karena dia belum bobo siang juga. Dan gara-gara sibuk main, dia jadi lupa makan. Gak mau makan meski udah upaya disuapin. Huhuhuhuhu... Ya udah kita tenang-tenang aja yoook... Dadah dulu sama Rifa, Abus dan Tante Rita... daaahhh sampai ketemu lagi yaa...
- Pindah ke ruang tamu, kita main piano. Main piano bertiga: Senja-Pelangi-kakak gw. Sesekali Senja rebahan, pas sebelahan sama kakak gw, baru deh gak tahan dan nguap lebaarrrr sekali...
- Acara ditutup dengan naik sepeda bareng Dace. Pas genjot Senja, aman. Pas genjot Pelangi, hmmmpfff... Dace langsung ngos-ngosan, hahahaha... 17 kilo gitu lho!
Pelangi akhirnya pulang sekitar pk 17. Untungnya pas Pelangi belum pulang, Senja mau disuapin bubur 3/4 porsi. Paling enggak ada isinya deh. Langsung saja Senja dimandiin, trus dipijetin, trus diajak bobo. Pk 17.30 langsung tepaarrrrrrr....
Di tengah-tengah tidur, sempet kebangun karena gw dan Hil nonton DVD. Hal pertama yang ditanyain,'Pelangi mana?' Aduuuuhhh udah kangen aja tuh? Lain kali kita main lagi yaaa sama Pelangi..
Senengnyaaaa liat krucil-krucil ituuuu...
Tapi karena sekarang ultah Uti-nya, gak ada alesan doongsss... mari yuk ke sini!
Pelangi datang sekitar pukul 11, lengkap dengan kakak gw dan Mas Yud. Mas Yud langsung ada urusan kerjaan sama Hil, sementara Pelangi langsung nyari Senja. Gile deh, selama itu dua krucil bareng, perasaan gak abis-abis yang mereka kerjain. Gw berasa udah lemah lunglai, eh ternyata baru jam 14... walahhh... gak abis-abissss...
Ini serangkaian kerjaan mereka di Pondok Bambu:
- Nyampe, Senja pamer adegan merayap ke Senja. Merayap di tembok gitu deeehh..
- Pindah ke kamar, Senja kasih liat mainan bongkar-bongkar kereta api pakai obeng.
- Pelangi dikasih liat stiker Cars yang ditempelin Senja di tempat tidur. Lalu mereka bongkar mainan yang ada di sebelah tempat tidur.
- Nonton Thomas di VCD. Sempet ganti jadi Bob The Builder, tapi Pelangi gak suka.
- Datanglah Rifa beserta Abus dan Tante Rita. Jarang-jarang tuh mereka bisa menyaksikan atraksi Pelangi-Senja, jadi passs deh. Tante Rita sempet berusaha mengajarkan Pelangi bikin origami burung, tapi trus ditinggal kabur.
- Pindah ke sebelah, main di teras. Eh tapi kok ujan, pindaaahhh lagi dalaam...
- Main apa ya di dalam? Hmm, oke Dace, mari keluarkan tenda-tendaan Senja. Main dah tuh krucil dua + Rifa (Rifa krucil juga bukan ya? hihihihi). Seruuuuuu bener, sampai jejeritan di dalam tenda, apalagi pas gw dan Hil pura-pura jadi harimau di luar tenda... gile deeehhh...
- Capek main di tenda (gw-nya gitu yang capek), pindah bongkar box mainan Senja. Segala macem dikeluarin: mainan pukul-pukulan, jahit huruf, dan segala macam lainnya. Sampe Tante Rita dan Abus ya ikut mainin, hihihihi.
- Bosen, Pelangi ngajakin gambar. Gw mau keluarin buku gambar, eh Pelangi ngotot bilang,'Gambarnya di sebelah aja, ayo Senja!' sambil narikin Senja. Hoalaahh.. Nah kok ngapain mau gambar di sebelah. Oalaahh ternyata Pelangi mau gambar di pintu kayak Senja! Huahuahuahua... biyooo... jadilah tembok dan pintu gw makin acakadut dijadiin kertas gambar sama dua balita. Yang tertib pake buku gambar ya si Rifa, hihihi, maklum, biarkata masih SD kan udah tante, jadinya tertib, hihihihi.
- Abis itu tukang susu Nasional lewat, beliiiii... abis itu rencananya mau aktivitas tenang di tempat tidur, gagal.
- Ayo deh kita melukis yoook... Pelangi gembira ria. Tekuunnn banget ngelukis. Kertas gambar sampai kaki dilukis semua. Sambil ngelukis tubuh, Pelangi bilang,'Gapapa kok, kan nanti dicuci.' hihihi bener juga..
- Haduuuu kasian Senja karena dia belum bobo siang juga. Dan gara-gara sibuk main, dia jadi lupa makan. Gak mau makan meski udah upaya disuapin. Huhuhuhuhu... Ya udah kita tenang-tenang aja yoook... Dadah dulu sama Rifa, Abus dan Tante Rita... daaahhh sampai ketemu lagi yaa...
- Pindah ke ruang tamu, kita main piano. Main piano bertiga: Senja-Pelangi-kakak gw. Sesekali Senja rebahan, pas sebelahan sama kakak gw, baru deh gak tahan dan nguap lebaarrrr sekali...
- Acara ditutup dengan naik sepeda bareng Dace. Pas genjot Senja, aman. Pas genjot Pelangi, hmmmpfff... Dace langsung ngos-ngosan, hahahaha... 17 kilo gitu lho!
Pelangi akhirnya pulang sekitar pk 17. Untungnya pas Pelangi belum pulang, Senja mau disuapin bubur 3/4 porsi. Paling enggak ada isinya deh. Langsung saja Senja dimandiin, trus dipijetin, trus diajak bobo. Pk 17.30 langsung tepaarrrrrrr....
Di tengah-tengah tidur, sempet kebangun karena gw dan Hil nonton DVD. Hal pertama yang ditanyain,'Pelangi mana?' Aduuuuhhh udah kangen aja tuh? Lain kali kita main lagi yaaa sama Pelangi..
Senengnyaaaa liat krucil-krucil ituuuu...
Tuesday, May 11, 2010
Pelukis Pintu
Suatu ketika, Senja menemukan krayon kuning tergeletak di lantai.
Lalu tanpa tercegah, dia mencoret dinding. Di sisi lain dinding juga udah ada coretannya Senja. Dwoh, telat deh kalo ngelarang. Yo wis deh.
Jadilah Senja menggores di dinding. Trus beralih ke pintu. Pintunya cokelat, krayonnya kuning, yo wis, pas toh. Ya suudaaahhh relakaann...
Sret sret sret... yaa mumpung Senja lagi seneng gambar, gw order aja dah.
Senja, gambar udang.
Senja, gambar ikan hiu gigi tajem dong.
Kalo ikan buntal gimana gambarnya?
Jadilah pintu gw penuh gambar-gambar penghuni laut versi Senja. Ada ikan hiu gigi tajam yang kecil, udang, sampai terumbu karang pun gak ada. Yang gak ada, gurit.
Begitu video itu gw posting di FB, bokap langsung komentar: ini dosen ilmu kelautan lagi menjelaskan evolusi ikan! Hahahahahaha...
Lalu tanpa tercegah, dia mencoret dinding. Di sisi lain dinding juga udah ada coretannya Senja. Dwoh, telat deh kalo ngelarang. Yo wis deh.
Jadilah Senja menggores di dinding. Trus beralih ke pintu. Pintunya cokelat, krayonnya kuning, yo wis, pas toh. Ya suudaaahhh relakaann...
Sret sret sret... yaa mumpung Senja lagi seneng gambar, gw order aja dah.
Senja, gambar udang.
Senja, gambar ikan hiu gigi tajem dong.
Kalo ikan buntal gimana gambarnya?
Jadilah pintu gw penuh gambar-gambar penghuni laut versi Senja. Ada ikan hiu gigi tajam yang kecil, udang, sampai terumbu karang pun gak ada. Yang gak ada, gurit.
Begitu video itu gw posting di FB, bokap langsung komentar: ini dosen ilmu kelautan lagi menjelaskan evolusi ikan! Hahahahahaha...
Subscribe to:
Posts (Atom)