Gw memang sengaja mengajarkan Senja kata ‘payudara’, instead of lainnya.
Gw bingung juga sih ngajarin apa. Masa t*k*t? Kayaknya aneh banget liat anak cowok usia 2 tahun trus ngomong kata itu. Kalo ngajarin kata ‘susu’ juga kayaknya gak gw banget gitu lho. Apalagi ‘nenen’.
Jadilah gw ajarin dia untuk bilang ‘payudara’. Lagian kata buku-buku kan juga mesti bilang nama betulannya kan. Hehehe, ini masih gw langgar untuk kata ‘penis’ sih. Gw masih membahasakannya ‘titit’. Kan kesannya imut. Paling enggak lebih baik dibandingkan bahasa nyokap gw untuk penis/titit: bimbam. Kekekekek.
Lalu suatu malam, jelang tidur, Senja nanya: ‘Anak kecil punya payudara gak?’
Jengjeng. Gak siap nih gw. Eits, tapi tenang. Paling enggak gw mesti belagak tenang.
Gw jawab,”Anak kecil nggak punya payudara. Anak laki-laki besar juga nggak punya. Rata.” Kata gw sambil memegang bagian dada Senja.
Senja trus mahfum. “Oooo..” gitu aja.
Beberapa waktu lalu, percakapan itu kembali terulang. Kali ini bersama Hil, abis mereka mandi, pas lagi ganti baju bareng.
Senja: Da, anak kecil punya payudara nggak?
Hil: Nggak.
Senja: Senja nggak punya payudara. Tapi punya udel.
Kaikaiaakaikaa.. gw ngikik dari kamar sebelah, hihihihi.
No comments:
Post a Comment